Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Data Ketenagakerjaan Terus Menjadi Biang Kerok Melemahnya Dolar AS

        Data Ketenagakerjaan Terus Menjadi Biang Kerok Melemahnya Dolar AS Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dolar Amerika Serikat (AS) melemah tajam pada perdagangan di Rabu (6/8). Hal ini terjadi setelah data ketenagakerjaan bulan lanu menunjukkan kinerja yang lebih lemah dari perkiraan, memicu spekulasi bahwa akan ada pemangkasan suku bunga lebih dari yang diperkirakan tahun ini dari Federal Reserve (The Fed).

        Dilansir dari Reuters, Kamis (7/8) Indeks Dolar (DXY) yang mengukur kekuatan dolar terhadap sejumlah mata uang utama, terakhir tercatat turun 0,56% menjadi 98,18. Ia menghapus sebagian besar penguatan yang terjadi selama Juli.

        Baca Juga: Donald Trump Percayakan Soal Aneksasi Gaza ke Israel

        Penurunan terjadi setelah laporan pekerjaan terbaru menunjukkan pertumbuhan ketenagakerjaan yang lemah pada Juli. Pasar juga dikejutkan dengan revisi penurunan besar-besaran sebanyak 258.000 pekerjaan untuk dua bulan sebelumnya, menandakan memburuknya kondisi pasar tenaga kerja dari AS.

        "Kami sempat melihat penguatan dolar di awal masa jabatan kedua Trump, dan banyak yang mengira tren itu akan berlanjut. Tapi laporan pekerjaan ini meredam optimisme tersebut," kata Kepala Strategi Pasar Bannockburn Global Forex di Marc Chandler.

        Data tersebut mendorong pelaku pasar untuk kembali bertaruh pada pemangkasan suku bunga oleh The Fed. Mereka hampir yakin pasti dengan peluang pemangkasan sebesar 25 basis poin pada pertemuan bulan September. Secara keseluruhan, pasar kini memperkirakan total pemangkasan 62 basis poin hingga akhir tahun.

        Presiden Federal Reserve Minneapolis, Neel Kashkari, menyatakan bahwa bank sentral mungkin perlu segera memangkas suku bunga sebagai respons terhadap perlambatan ekonomi, meskipun masih belum pasti apakah tarif tambahan yang diberlakukan akan terus mendorong inflasi.

        Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru saja mengeluarkan perintah eksekutif untuk mengenakan tambahan tarif terhadap barang-barang dari India. Hal tersebut dengan alasan negara tersebut secara langsung atau tidak langsung tetap mengimpor minyak dari Rusia. Negara itu kini menghadapi tarif setinggi 50%.

        Selain itu, perhatian investor juga tertuju pada keputusan terkait penunjukan calon anggota dan pengganti dari Dewan Gubernur The Fed dan Ketua The Fed Jerome Powell.

        Baca Juga: Padahal Udah Deal, Jepang Heran Perjanjian Tarif Belum Juga Dilaksanakan Trump

        Trump mengatakan akan menunjuk pengganti dewan gubernur bank sentral sebelum akhir pekan ini, dan telah menyaring kandidat ketua lembaga itu menjadi empat nama, termasuk Kevin Hassett, Kevin Warsh, dan kemungkinan Gubernur Fed saat ini Christopher Waller.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: