Nasabah Provokasi Tolak Penyelesaian Keuangan Mahkota Propertindo, PT MPIP dan PT MPIS Ingatkan Konsekuensi Hukum
Kredit Foto: Unsplash/Tingey Injury Law Firm
PT Mahkota Propertindo Indo Permata (MPIP) dan PT Mahkota Propertindo Indo Senayan (MPIS) tengah berupaya memenuhi kewajibannya kepada ribuan investor setelah terdampak krisis likuiditas sejak pandemi.
Perusahaan menyatakan telah berhasil mengurangi sisa kewajiban finansialnya menjadi di bawah Rp2 triliun dan menargetkan pelunasan secara bertahap kepada sekitar 3.000 investor. Sebagian besar investor dilaporkan telah menyetujui program penyelesaian yang ditawarkan, termasuk opsi pembayaran melalui aset seperti tanah, villa, apartemen, serta penyelesaian lainnya.
Namun, terdapat 28 investor yang memilih tidak menerima skema tersebut. Di antara mereka dikabarkan aktif menyuarakan penolakan terhadap kesepakatan yang diusulkan. Selain itu, mereka juga disebut mencoba mengajak investor lain untuk menolak program tersebut.
Terkait hal ini, muncul laporan bahwa terdapat upaya pengumpulan data nasabah, yang kemudian dikaitkan dengan penyebaran informasi di media sosial mengenai Raja Sapta Oktohari.
Yohanna, perwakilan pemasaran PT Mahkota, menyampaikan bahwa perusahaan telah berupaya memenuhi kewajibannya melalui berbagai opsi penyelesaian. Ia mengungkapkan bahwa sebagian besar nasabah telah menerima program yang ditawarkan, dengan realisasi pembayaran mencapai lebih dari Rp150 miliar dari total Rp200 miliar di cabangnya.
"Kami terus berkomitmen menyelesaikan kewajiban secara bertahap. Bagi nasabah yang belum menerima opsi saat ini, masih ada peluang penyelesaian di tahap berikutnya," jelas Yohanna.
Ia juga menekankan pentingnya komunikasi langsung antara perusahaan dan investor untuk menyelesaikan permasalahan.
"Apabila ada masukan atau keluhan, kami terbuka untuk diskusi melalui jalur resmi. Penyampaian aspirasi sebaiknya dilakukan secara proporsional, mengingat penyebaran informasi yang tidak akurat berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum," tambahnya.
Tjahjo Nugroho Djaelani, salah satu nasabah PT Mahkota Propertindo, telah menyampaikan permintaan maaf secara publik melalui rekaman video. Dalam pernyataannya, Tjahjo mengakui adanya kesalahan dalam berkomunikasi di media sosial terkait program penyelesaian perusahaan.
"Saya Tjahjo Nugroho Djaelani memohon maaf jika ada kesalahan dalam bersosial media terkait PT Mahkota Properti. Saya berharap permasalahan ini dapat diselesaikan secara baik-baik dan kekeluargaan. Saya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan serupa," ujarnya dalam video tersebut.
Sebelumnya, Tjahjo diketahui aktif menyuarakan penolakan terhadap program penyelesaian yang ditawarkan perusahaan, termasuk opsi melalui kripto. Namun, berdasarkan data yang beredar, akun dengan nama TJAHJONU7603 tercatat telah melakukan pembelian kripto.
Perbedaan antara pernyataan publik dan tindakan yang dilakukan menimbulkan pertanyaan mengenai konsistensi sikap. Perusahaan menyatakan memiliki kemampuan verifikasi data nasabah yang memadai untuk memantau perkembangan kasus ini.
Menurut literatur hukum pidana, termasuk dalam karya R. Soesilo mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), konsep provokasi dalam konteks hukum mengacu pada tindakan menghasut atau mengajak orang lain untuk melakukan tindak pidana. Beberapa ketentuan hukum yang relevan meliputi:
Pasal 160 KUHP:
Mengatur tentang penghasutan untuk melakukan tindak pidana, kekerasan terhadap penguasa, atau ketidaktaatan terhadap undang-undang. Sanksinya berupa pidana penjara maksimal 6 tahun atau denda (disesuaikan menjadi Rp4,5 juta berdasarkan Perma No. 2/2012).
Pasal 263 UU ITE:
Mengatur penyebaran informasi bohong yang dapat menimbulkan gangguan sosial, dengan sanksi berbeda berdasarkan unsur kesengajaan:
- Untuk penyebaran sengaja: pidana maksimal 6 tahun atau denda hingga Rp500 juta
- Untuk penyebaran yang patut diduga bohong: pidana maksimal 4 tahun atau denda hingga Rp200 juta
Dalam perspektif psikologi, dr. Alberta Jesslyn Gunardi menjelaskan bahwa "social climbing" merujuk pada upaya peningkatan status sosial melalui cara-cara yang dipertanyakan etikanya. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan status sosialnya lewat cara yang dianggap tidak etis atau tidak jujur, seringkali melalui manipulasi dan eksploitasi hubungan dengan orang lain.
Sebagai bentuk komitmen terhadap transparansi, MPIP dan MPIS berencana melanjutkan roadshow ke berbagai kota untuk menjaga komunikasi terbuka dengan investor. Sebelumnya, roadshow telah diselenggarakan di beberapa kota, termasuk Bandung, Jakarta, Medan, dan Semarang.
Langkah ini merupakan upaya perusahaan untuk menyelesaikan hak-hak investor secara bertanggung jawab dan sistematis, sekaligus memberikan pemahaman yang jelas mengenai program penyelesaian yang ditawarkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: