Kredit Foto: Uswah Hasanah
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kian menarik bagi investor asing seiring maraknya aksi pembelian kembali saham (buyback) oleh emiten domestik pada 2025. Hingga akhir Agustus, lebih dari 50 perusahaan telah mengumumkan rencana buyback, jumlah tertinggi sejak pandemi 2020.
Head of Equity Research Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer, menyatakan aksi korporasi tersebut menjadi penopang utama penguatan IHSG di tengah volatilitas global.
“Aksi korporasi ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan pasar terhadap prospek emiten, tetapi juga membantu menopang pergerakan IHSG di tengah volatilitas global,” ujarnya dalam paparan Economic Outlook kuartal III 2025, Kamis (28/8/2025).
Baca Juga: IHSG Kamis Ditutup Balik ke Level 7.900-an, BBCA hingga WIFI Jadi Buruan Investor
Joezer menjelaskan, kebijakan suku bunga yang lebih longgar memberi ruang likuiditas bagi emiten untuk memperkuat harga saham melalui buyback. Langkah itu terbukti efektif, tercermin dari kenaikan return IHSG hingga 12 persen secara year-to-date (YTD) per Agustus 2025. Angka tersebut melampaui imbal hasil obligasi pemerintah yang hanya sekitar 7 persen.
Selain ditopang oleh buyback, pasar saham Indonesia juga diuntungkan oleh valuasi yang relatif rendah. Data Mandiri Sekuritas menunjukkan, rasio harga terhadap laba (price to earnings ratio) IHSG berada di level 11,6 kali, terendah di antara negara-negara Asia Tenggara.
“Valuasi yang murah membuat saham Indonesia relatif lebih atraktif dibandingkan negara tetangga, sehingga menarik minat investor asing,” jelas Joezer.
Baca Juga: Siapkan Dana Rp1 Triliun, Mitratel (MTEL) Berencana Gelar Buyback Saham
Kondisi tersebut tercermin dari arus modal asing yang kembali mengalir ke pasar saham Indonesia pada Agustus. Setelah sempat mencatatkan outflow besar di kuartal kedua, total inflow asing bulan ini diperkirakan mencapai Rp8 triliun. Dana tersebut terutama masuk ke sektor perbankan, barang konsumsi, dan infrastruktur.
Meski demikian, Joezer mengingatkan bahwa prospek pasar masih bergantung pada pertumbuhan laba emiten. Tahun ini, kinerja emiten diproyeksikan hanya tumbuh 9,5 persen, meski outlook 2026 dinilai lebih positif. Dengan kombinasi buyback masif dan valuasi kompetitif, IHSG dipandang tetap memiliki daya tarik jangka menengah bagi investor global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri