Cadangan Bitcoin di Bursa Turun ke Titik Terendah dalam 6 Tahun, Harga Tembus US$126.000
Kredit Foto: Unsplash/Yigit Ali Atasoy
Cadangan Bitcoin di bursa global tercatat turun ke titik terendah dalam enam tahun terakhir, seiring lonjakan harga aset digital tersebut yang menembus rekor tertinggi sepanjang masa di level US$126.000 atau setara hampir Rp2,1 miliar per koin.
Kondisi ini menandakan semakin banyak investor yang memilih menyimpan Bitcoin di dompet pribadi untuk jangka panjang, memperlihatkan kepercayaan kuat terhadap potensi kenaikan harga di masa depan.
Data pasar menunjukkan harga Bitcoin sempat menyentuh US$126.080 sebelum stabil di kisaran US$124.700 pada perdagangan terakhir. Dalam setahun terakhir, harga aset digital terbesar di dunia ini telah meningkat hampir dua kali lipat, memperpanjang tren penguatan yang didorong oleh meningkatnya arus dana institusional dan melemahnya dolar AS.
Baca Juga: Investor Global Buru Bitcoin, Harga Sentuh Rekor Tertinggi
Lonjakan tersebut turut dipicu oleh arus masuk miliaran dolar ke produk exchange-traded fund (ETF) Bitcoin milik manajer investasi besar seperti BlackRock dan Fidelity, yang mempersempit suplai di pasar spot. Penurunan cadangan bursa memperkuat sinyal berkurangnya tekanan jual di pasar, sehingga mendukung reli harga yang lebih stabil.
Vice President INDODAX, Antony Kusuma, menyebut rekor harga ini menjadi bukti kematangan baru bagi pasar aset digital global.
“Pencapaian harga US$126.000 merupakan bukti nyata bahwa Bitcoin telah memasuki fase kematangan baru. Saat ini, Bitcoin tidak lagi sekadar instrumen spekulatif, melainkan bagian dari strategi diversifikasi aset yang diakui oleh lembaga keuangan besar di seluruh dunia,” ujar Antony dikutip dari keterangan resmi, Rabu (8/10/2025).
Menurut Antony, reli kali ini berbeda dibandingkan euforia pada 2021 yang didominasi investor ritel.
“Kini, penurunan cadangan bursa, hingga permintaan institusional yang stabil,” katanya,” kata Antony.
Ia menilai, kenaikan harga saat ini dibangun atas dasar kepercayaan dan penerapan nyata di berbagai sektor, mulai dari pembayaran lintas negara hingga instrumen lindung nilai terhadap inflasi.
Di pasar domestik, aktivitas perdagangan kripto juga meningkat signifikan.
"Dalam 7 hari terakhir, volume transaksi INDODAX meningkat hampir 50%, dibandingkan periode sebelumnya. Bahkan dalam satu hari terakhir, bertepatan dengan Bitcoin ATH di US$126.000 volume trading INDODAX mencapai Rp1 T," tutur Antony.
Ia menambahkan, momentum ini membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisi di ekosistem kripto Asia Tenggara.
Baca Juga: Efek Overbought, Harga Bitcoin Turun ke US$121.000
"Dengan regulasi yang semakin matang dan dukungan pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri aset kripto Indonesia berpotensi menjadi salah satu yang paling progresif di Asia Tenggara,” ujarnya.
Antony juga menegaskan bahwa keterbatasan suplai Bitcoin hingga 21 juta unit menjadikannya aset langka yang berpotensi terus naik nilainya. Meski demikian, ia mengingatkan agar investor tetap disiplin.
" “Kami selalu mendorong anggota INDODAX untuk menerapkan strategi pembelian bertahap atau Dollar-Cost Averaging (DCA). Strategi ini terbukti efektif menghadapi volatilitas dan membantu membangun portofolio yang kuat dalam jangka panjang,” tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: