Kredit Foto: Uswah Hasanah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mendorong peningkatan porsi saham publik (free float) emiten di Bursa Efek Indonesia dari 7,5% menjadi 30%. OJK menyatakan tengah melakukan kajian menyeluruh bersama lembaga pengatur pasar modal untuk memastikan kebijakan baru tersebut selaras dengan kondisi pasar domestik dan praktik global.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, otoritas mengapresiasi perhatian seluruh pihak terhadap pendalaman pasar modal Indonesia. Pembahasan mengenai free float telah mengemuka dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI yang menilai peningkatan porsi saham publik akan memperkuat likuiditas perdagangan di bursa.
“Kami kemudian sampaikan usulan perubahan kebijakan free float mencakup initial free float untuk IPO dan kewajiban free float saat jadi emiten listing di Bursa,” ujar Inarno dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Kamis (9/10/2025).
Baca Juga: Pacu Pertumbuhan Ekonomi Nasional, OJK Dorong Intermediasi Keuangan ke Sektor Prioritas
Menurutnya, OJK bersama self-regulatory organization (SRO) kini tengah meninjau rencana implementasi kebijakan peningkatan free float, termasuk mengidentifikasi peraturan yang mungkin terdampak.
Dalam draf usulan OJK, skema initial free float untuk perusahaan yang akan melantai di bursa (IPO) akan menggunakan pendekatan nilai kapitalisasi pasar, menggantikan dasar perhitungan sebelumnya yang berbasis nilai ekuitas. Pendekatan tersebut dinilai lebih relevan dan sesuai dengan praktik di sejumlah bursa regional seperti Malaysia, Singapura, dan Hong Kong.
Sementara itu, bagi emiten yang telah tercatat, OJK merancang grand design kenaikan free float secara bertahap. Kebijakan ini mempertimbangkan keseimbangan antara sisi permintaan dan penawaran saham di pasar serta kebutuhan pendanaan korporasi dalam memenuhi ketentuan baru.
“Selain itu kami usulkan beberapa kebijakan rencana implementasi kenaikan free float, berupa insentif dan punishment serta peningkatan peran investor institusi domestik,” tambah Inarno.
Baca Juga: Purbaya dan OJK Rapatkan Barisan Perkuat Kepercayaan Pasar Modal
Ke depan, pembahasan lebih lanjut mengenai kebijakan free float akan dilanjutkan dalam Rapat Kerja antara Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) pada kuartal IV/2025.
Saat ini, aturan BEI mengatur batas minimum free float sebesar 7,5%, lebih rendah dibandingkan dengan bursa lain. Misalnya, London Stock Exchange, Bursa Filipina, dan Singapore Exchange (SGX) telah menetapkan batas minimum 10%, sementara Bursa Malaysia, Jepang, dan Hong Kong berada pada kisaran 25%.
OJK menegaskan bahwa proses perubahan kebijakan ini masih dalam tahap kajian dan akan dilakukan secara hati-hati agar tidak mengganggu stabilitas pasar, namun tetap mampu mendorong pendalaman dan likuiditas pasar modal Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri