Sidang Sengketa Tambang Nikel di Halmahera Timur, Kuasa Hukum PT WKM Minta Dua Terdakwa Dibebaskan
Kredit Foto: Istimewa
Sidang sengketa tambang nikel di Halmahera Timur (Haltim) antara PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Rabu (15/10). Agenda persidangan kali ini menghadirkan saksi ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Anton Cahyo Nugroho, selaku Pengendali Ekosistem Hutan Pertama dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VI Manado. Sementara itu, Direktur PT Position tidak hadir karena berhalangan.
Pemeriksaan terhadap saksi ahli ini menjadi perhatian utama para pihak, khususnya terkait kualifikasi barang bukti yang dijadikan dasar dakwaan. Dalam persidangan, kuasa hukum PT WKM, Rolas Sitinjak, memperlihatkan gambar struktur yang dipasang oleh kliennya di lapangan dan menanyakan kepada Anton Cahyo Nugroho, “Apakah ini termasuk patok batas?”
Saksi ahli yang menyatakan belum pernah mengunjungi lokasi sengketa secara langsung kemudian menjawab setelah melihat gambar, “Itu bukan patok.”
Jawaban tersebut dijadikan dasar oleh kuasa hukum PT WKM untuk memperkuat pembelaannya. Mereka berargumen bahwa barang bukti yang dijadikan dasar dakwaan oleh JPU bukanlah patok batas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Kehutanan. Dalam perkara ini, dua karyawan PT WKM, Awwab Hafidz dan Marsel Bialembang, didakwa atas tuduhan pelanggaran terkait pemasangan struktur yang disangkakan sebagai patok/portal di area tambang.
“Ahli sendiri mengakui itu bukan patok. Yang kami pasang adalah pagar pengaman dari besi dan beton untuk mencegah penambangan ilegal, bukan patok batas kawasan hutan,” ujar Rolas Sitinjak.
Ketua Majelis Hakim Sunoto turut memperdalam keterangan saksi ahli untuk memperjelas posisi hukum dari benda yang disengketakan. Hakim Sunoto mengajukan beberapa pertanyaan klarifikasi berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), termasuk menanyakan fungsi dan regulasi mengenai patok batas.
“Misalnya, patok yang dimaksud itu untuk apa?” tanya Hakim Sunoto.
Anton menjawab, “Kalau patok batas, itu tidak diperbolehkan.”
Majelis hakim kemudian melanjutkan dengan pertanyaan lanjutan. “Kalau orang hanya memasang patok, itu masuk kategori apa?”
“Tergantung maksudnya,” jawab Anton.
Hakim Sunoto juga menyinggung kronologi pemasangan dan pembongkaran struktur kayu di lokasi, serta menanyakan apakah hal tersebut dapat dikategorikan sebagai menduduki atau menguasai kawasan hutan. Saksi ahli menjawab, “Saya belum lihat. Namun segala sesuatu patok batas itu tidak boleh.”
Menanggapi rangkaian jawaban tersebut, Hakim Sunoto menegaskan bahwa penilaian hukum akhir tetap menjadi kewenangan pengadilan. “Nanti pengadilan yang memutuskan apakah itu termasuk patok batas atau bukan,” ujarnya.
Majelis hakim juga menyoroti potensi tumpang tindih aturan antara sektor kehutanan dan pertambangan. Hakim Sunoto menanyakan kepada saksi ahli mengenai kewenangan pemegang PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) dan fungsi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) bagi perusahaan tambang. Pertanyaan ini diajukan untuk mengklarifikasi konteks hukum pengelolaan lahan yang beririsan dengan kawasan hutan. Saksi ahli menyebutkan bahwa PBPH dan PPKH menjadi dasar hukum operasional perusahaan di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
Usai sidang, kuasa hukum PT WKM, OC Kaligis, menyampaikan pendapatnya bahwa keterangan saksi ahli dinilai tidak konsisten. “Ahlinya tidak konsisten. Ketika Jaksa bertanya, dia bilang tahu. Tapi ketika kami tanya soal batas wilayah dan posisi patok yang dimaksud, dia justru tidak tahu,” ujar Kaligis.
Berdasarkan keterangan saksi ahli tersebut, pihak PT WKM berpendapat bahwa dakwaan JPU kehilangan dasar hukum. Mereka meminta majelis hakim mempertimbangkan gugurnya tuntutan terhadap kedua terdakwa. Selain itu, dalam sidang, kuasa hukum PT WKM juga mengajukan keberatan terhadap kompetensi saksi ahli.
Perkara ini akan dilanjutkan dengan agenda sidang berikutnya untuk mendengarkan keterangan dari pihak-pihak terkait lainnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: