Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Reforma Agraria Hutan Capai 3,04 Juta Hektare Hingga 2025

        Reforma Agraria Hutan Capai 3,04 Juta Hektare Hingga 2025 Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah terus memperkuat komitmennya dalam mewujudkan keadilan sosial dan pemerataan ekonomi melalui kebijakan Reforma Agraria. Salah satu pilar utama kebijakan ini dijalankan lewat program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam rangka Penataan Kawasan Hutan (PPTPKH) dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), yang bertujuan memastikan akses lahan adil bagi masyarakat sekaligus menjaga keberlanjutan fungsi ekologis hutan Indonesia.

        Program PPTPKH hadir sebagai solusi atas permasalahan penguasaan tanah di kawasan hutan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Dengan dasar hukum kuat—antara lain PP Nomor 23 Tahun 2021, Permen LHK Nomor 7 Tahun 2021, dan Perpres Nomor 62 Tahun 2023—pemerintah menegaskan bahwa reforma agraria di sektor kehutanan tidak hanya sebatas redistribusi lahan, tetapi juga mencakup pemberdayaan ekonomi, peningkatan produktivitas, dan konservasi sumber daya alam.

        Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencatat sejak 2016 hingga Oktober 2025, pelaksanaan PPTPKH dan TORA menunjukkan capaian signifikan. Realisasi penyediaan sumber TORA dari kawasan hutan telah mencapai 3,04 juta hektare, atau 73 persen dari target nasional seluas 4,1 juta hektare.

        Baca Juga: Kemenhut Dorong Reformasi Birokrasi Lewat Sistem Digital SIGAP dan 'Jaga Rimba'

        "Dari jumlah tersebut, 1,58 juta hektare dialokasikan untuk penyelesaian permukiman, kawasan transmigrasi, fasilitas sosial dan umum, serta lahan garapan masyarakat yang telah lama diusahakan," bunyi keterangan yang diterima, Rabu (22/10/2025).

        Salah satu capaian monumental dari implementasi PPTPKH adalah terbitnya 224 Surat Keputusan (SK) Biru dengan total luas 373.979 hektare. Melalui SK tersebut, lebih dari 280 ribu bidang tanah kini memiliki legalitas formal.

        SK Biru menjadi simbol pengakuan negara terhadap masyarakat yang hidup dan mengelola lahan di kawasan hutan, sekaligus membuka akses terhadap pembiayaan, program perhutanan sosial, dan bantuan peningkatan produktivitas.

        Program PPTPKH memberikan dampak nyata di berbagai aspek. Secara sosial, program ini berhasil menurunkan intensitas konflik agraria dan mengubah wilayah rawan sengketa menjadi desa produktif yang berdaya.

        Secara ekonomi, lebih dari 200 ribu keluarga telah memperoleh manfaat langsung berupa kepastian hukum atas lahan yang mereka garap, sehingga mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan perkebunan, terutama komoditas jagung, kopi, dan karet.

        Baca Juga: Raja Juli Antoni: Digitalisasi Kehutanan Buka Era Baru Tata Kelola Hutan yang Transparan dan Akuntabel

        Sementara secara ekologis, PPTPKH mendorong penerapan sistem agroforestry dan ekonomi hijau yang menjaga tutupan hutan sekaligus membuka ruang bagi kegiatan produktif berkelanjutan.

        Capaian tersebut turut diperkuat oleh inovasi sistem perencanaan spasial melalui Peta Indikatif PPTPKH, yang disusun menggunakan citra satelit, drone, serta masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat. Pendekatan digital dan partisipatif ini memastikan validitas spasial dan sosial setiap lahan yang dilegalisasi, sekaligus menjadi bentuk nyata transformasi tata kelola kehutanan yang lebih transparan dan akuntabel.

        Pemerintah menegaskan bahwa PPTPKH dan TORA bukan sekadar program teknis, tetapi gerakan sosial nasional yang menegakkan nilai keadilan sosial, ketahanan pangan, dan pelestarian lingkungan.

        Dengan capaian yang terus meningkat dan dampak langsung bagi masyarakat, kebijakan ini menjadi bukti bahwa negara hadir untuk rakyat — dari hutan untuk rakyat, dari rakyat untuk negeri

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Djati Waluyo

        Bagikan Artikel: