Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Tekanan kelebihan pasokan listrik, infrastruktur pembangkit yang menua, kenaikan biaya operasional, serta komitmen iklim global menjadi sinyal kuat bagi Indonesia untuk mempercepat pensiun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, terutama unit yang tidak lagi beroperasi efisien.
Laporan terbaru Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) memperlihatkan bahwa mempertahankan kegiatan PLTU dalam jangka panjang berpotensi membebani keuangan negara dan PT PLN (Persero).
Laporan tersebut juga mencatat lonjakan biaya pembangkitan listrik berbasis batu bara hingga 48% dalam empat tahun terakhir, dari Rp637 per kilowatt-hour (kWh) pada 2020 menjadi Rp941 per kWh pada 2024. Kenaikan tersebut dipicu infrastruktur yang usang serta membengkaknya biaya operasional dan pemeliharaan.
Research & Engagement Lead Indonesia Energy Transition IEEFA, Mutya Yustika, mengatakan kondisi ini meningkatkan subsidi dan kompensasi untuk PLN sebesar 24%, dari US$9 miliar pada 2023 menjadi US$11 miliar pada 2024, atau 5% lebih besar dari alokasi anggaran nasional.
Baca Juga: Dirjen Gatrik: PLTU Batu Bara Masih Jadi Tulang Punggung Listrik Nasional
Ia melihat bahwa Indonesia sebenarnya telah memiliki dasar hukum untuk mempercepat penghentian PLTU batu bara melalui Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 dan peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Namun implementasinya masih lambat. Jalur penghentian yang tidak jelas, data aset yang terbatas, dan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) yang kompleks terus menunda penghentian bertahap PLTU,” kata Mutya dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (20/11/2025).
Mutya menilai PLTU tua cenderung boros biaya karena membutuhkan perbaikan lebih sering dan konsumsi bahan bakarnya tidak lagi efisien. Menurut dia, perpanjangan operasi PLTU juga membutuhkan biaya besar, mulai dari peningkatan kualitas boiler hingga perbaikan pengendalian emisi dan struktur. Investasi tersebut dinilai tidak ekonomis dibandingkan alih fungsi ke pembangkit energi terbarukan atau menghentikan operasi secara penuh.
IEEFA merekomendasikan sejumlah model bisnis untuk mempercepat penghentian PLTU milik PLN tanpa membebani keuangan negara. Model divestasi memungkinkan PLN melepas aset batu bara kepada investor swasta, meski minat investor terbatas akibat rendahnya nilai aset tanpa dukungan insentif.
Sementara itu, skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) membuka ruang berbagi risiko dan pemanfaatan jaringan listrik tanpa pengalihan kepemilikan maupun investasi besar di awal.
Baca Juga: TBS Energi Utama (TOBA) Siapkan Investasi Hijau Besar-besaran Pasca Divestasi PLTU
Untuk PLTU swasta, IEEFA menilai terdapat peluang memanfaatkan pembiayaan campuran (blended finance) melalui lembaga keuangan swasta atau multilateral. Skema tersebut telah diterapkan ACEN South Luzon Thermal Energy Corporation (SLTEC) di Filipina melalui pensiun sukarela yang didorong oleh pengembang swasta dengan memanfaatkan modal internal dan reposisi strategis.
Adapun contoh skema yang dipimpin lembaga multilateral terlihat pada pensiun PLTU Cirebon 1 dengan dukungan mitra internasional melalui pembiayaan konsesional dan reformasi kebijakan.
Mutya menjelaskan lembaga transisi energi Danantara dapat berperan signifikan dalam proses transisi PLTU ke pembangkit energi terbarukan, terutama aset milik PLN. Danantara dapat mengoptimalkan portofolio PLN melalui identifikasi aset yang layak dipensiunkan, penetapan standar jalur pensiun, serta memastikan prinsip transisi yang adil.
Lembaga tersebut juga dinilai dapat menjadi platform kredibel bagi pembiayaan campuran dan investasi berbasis kinerja dengan melibatkan bank pembangunan multilateral, lembaga keuangan iklim, dan investor global.
Baca Juga: Digitalisasi Biomassa: PLN IP Hadirkan Sistem Marketplace Pertama di PLTU
“Ada peluang untuk mengalihkan aset batu bara lama ke platform solusi energi masa depan tanpa perlu mengeluarkan biaya modal. Hal ini mengubah narasi dari ‘pensiun PLTU sebagai biaya transisi energi’ menjadi ‘pensiun PLTU sebagai peluang’, terutama jika dipadukan dengan kerangka regulasi yang jelas dan dukungan pemerintah,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo