Kredit Foto: Cita Auliana
Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) mencatat terdapat 11 pabrik pengolahan kakao di Indonesia yang telah berhenti beroperasi. Hal ini dikarenakan terjadi lonjakan harga biji kakao dunia.
Kepala Divisi Umum BPDP, Adi Sucipto mengungkapkan berdasarkan data Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, saat ini hanya ada 19-21 pabrik yang masih berproduksi.
“Kalau dari informasi dari Dirijen Industri Agro, awalnya kita itu punya 31 pabrik, awalnya. Sekarang ini yang memang berproduksi itu antara 19 sampai 21. (Jadi yang tutup) antara 10 sampai 11,” kata Adi dalam Press Tour Kontribusi Kakao untuk APBN dan Perekonomian di Bali, Senin (24/11/2025).
Menurutnya, Indonesia sebagai salah satu pemasok kakao utama dan tidak bergantung pada bahan baku impor.
“Nah sekarang harus impor, makanya cost of produksinya dia terlampaui,” terangnya.
Baca Juga: BPDP Kemenkeu Bidik 5.000 hektare Peremajaan Kebun Kakao di 2026
Adi menilai, kualitas kakao Indonesia memiliki ciri khas rasa yang pahit, berbeda dengan rasa kakao pasar yakni light cacao, atau jenis kakao bercita rasa lebih manis.
“Sementara yang dikonsumsi light kakao. Jadi orang itu seringnya manis. Jadi kalau kita cenderungnya kayak kopi,” tuturnya.
Kendati demikian, Adi menyatakan bahwa produsen cokelat artisan dalam negeri masih bertahan dengan mayoritas tetap mengandalkan bahan baku impor.
“Tapi artisan ini perlu diingat bahan bakunya impor. Karena tadi pola konsumsi kita yang berbeda,” urainya.
Baca Juga: BPDP Gelar Workshop Penguatan Kelembagaan Kelapa di Maluku Utara
Sebagai Informasi, harga biji kakao dunia mengami lonjakan dalam dua tahun terakhir. Pada 2023, sekitar 2.500 dolar AS per ton. Harga Kakao sempat menyentuh 13.000 dolar AS per ton, kini berada di kisaran 5.074–6.000 dolar AS per ton hingga November 2025.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri