Kredit Foto: INRU
PT Toba Pulp Lestari Tbk (INRU), produsen bubur kertas yang beroperasi di Sumatra Utara, kembali menjadi sorotan setelah eskalasi konflik agraria dan tudingan kerusakan lingkungan. Di tengah polemik tersebut, publik mempertanyakan siapa pihak yang sebenarnya mengendalikan INRU, menyusul berbagai informasi mengenai struktur kepemilikannya.
Perseroan menghadapi tekanan setelah Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution merekomendasikan penghentian operasi akibat perselisihan lahan dengan masyarakat adat di Buntu Panaturan, Desa Sihaporas. Selain konflik agraria, perusahaan juga dituding sebagai penyebab deforestasi dan kerusakan ekologis di kawasan operasinya. Manajemen INRU membantah seluruh tudingan tersebut.
Direktur Toba Pulp Lestari Anwar Lawden menyatakan perusahaan menjalankan praktik kehutanan berkelanjutan.
“Seluruh kegiatan HTI telah melewati penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) oleh lembaga independen untuk memastikan penerapan prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan,” tulisnya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Kamis (4/12/2025).
Baca Juga: Luhut Bantah Keterlibatannya di Toba Pulp Lestari
Ia menambahkan bahwa dari total konsesi 167.912 hektare, hanya sekitar 46.000 hektare yang ditanami eucalyptus, sedangkan area lainnya menjadi zona konservasi.
Di tengah memuncaknya kritik, struktur kepemilikan perusahaan turut menjadi perhatian. Berdasarkan informasi resmi, sebanyak 92,54 persen saham INRU kini dimiliki oleh Allied Hill Limited, perusahaan berbasis di Hong Kong. Allied Hill mengambil alih seluruh saham Pinnacle Company Pte. Ltd.—pengendali sebelumnya melalui transaksi negosiasi di BEI pada 5 Juni 2025 dengan harga Rp433 per lembar saham.
Allied Hill Limited tidak berdiri sendiri. Perusahaan ini sepenuhnya dimiliki oleh Everpro Investments Limited, entitas yang berada di bawah kontrol Joseph Oetomo, warga negara Singapura. Dengan demikian, pengendalian Toba Pulp Lestari kini berada di tangan pemegang saham asing, meski secara historis perusahaan ini memiliki keterkaitan panjang dengan grup bisnis Sukanto Tanoto.
Sejarah INRU tidak terlepas dari masa ketika masih bernama PT Inti Indorayon Utama Tbk. Perusahaan yang berdiri pada 1983 itu berulang kali menghadapi demonstrasi dan penolakan masyarakat akibat tuduhan pencemaran dan perebutan lahan ulayat.
Baca Juga: Bobby Nasution Ancam Tutup Toba Pulp (INRU), Ini Kata Manajemen
Konflik mencapai puncaknya pada 1999 hingga menyebabkan korban jiwa dan mendorong pemerintah menutup operasi perusahaan untuk sementara. Setelah serangkaian restrukturisasi, perubahan nama, dan pergantian pengendali, perusahaan kembali beroperasi pada 2003.
Meski telah beralih pemilik, kontroversi di lapangan terus berlanjut. Tuduhan pencemaran dan kerusakan lingkungan kembali muncul, terutama setelah banjir melanda sejumlah wilayah Sumatra. Menanggapi tudingan tersebut, Anwar menegaskan bahwa perusahaan tetap membuka dialog dengan masyarakat.
“Perseroan tetap membuka ruang dialog konstruktif untuk memastikan keberlanjutan yang adil dan bertanggung jawab di areal perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH),” kata dia dalam keterangan yang sama.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: