Kredit Foto: Cita Auliana
Bank Indonesia (BI) merinci lima langkah strategis untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI).
Paket kebijakan yang dijuluki sebagai “resep” tersebut disiapkan sebagai respon terhadap tekanan global yang diperkirakan masih berlanjut tahun depan, mulai dari kebijakan tarif Amerika Serikat hingga perlambatan ekonomi dunia. Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa koordinasi lintas kebijakan menjadi fondasi agar ekonomi nasional tetap tangguh dan mampu tumbuh lebih cepat.
Bagian pertama dari resep BI menempatkan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan sebagai prioritas. BI menilai bahwa stabilitas nilai tukar dan inflasi, serta menjaga defisit fiskal tetap di bawah 3 persen PDB, menjadi syarat dasar untuk menopang permintaan agregat dan menjaga ketahanan ekonomi. Perry menegaskan bahwa penguatan perbankan dan sinergi kebijakan fiskal-moneter tetap diperlukan.
Baca Juga: PTBI 2025: Sumut Pastikan Jaga Inflasi dan Percepat Transformasi Struktural
“Stabilitas yang dinamis. Harga-harga terkendali, rupiah stabil, ekonomi bergerak cepat, dan rakyat mendapat manfaat. Itulah ‘Sumitronomcis’,” ujarnya.
Tahap berikutnya berfokus pada transformasi sektor riil, yang menurut BI harus ditopang peningkatan modal, tenaga kerja, dan produktivitas. Hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam ditempatkan sebagai jalur utama kebijakan industrial, sementara reformasi struktural diarahkan untuk mempercepat perizinan, memperbaiki iklim investasi, serta memperkuat infrastruktur dan konektivitas logistik.
BI kemudian menyoroti perlunya perluasan pembiayaan ekonomi sebagai resep ketiga. Bank sentral menyebut pembiayaan transformasi sektor riil membutuhkan sumber dana jauh lebih besar dari kemampuan APBN. Karena itu, perbankan, lembaga keuangan, dan investor baik domestik maupun asing di dorong memperkuat pembiayaan agar industrialisasi berjalan optimal.
Percepatan digitalisasi ekonomi masuk sebagai resep keempat. Pemanfaatan QRIS, mobile banking, e-commerce, dan BI-FAST disebut terus meluas, sementara digitalisasi transaksi pemerintah ikut memperkuat integrasi sistem pembayaran nasional. BI menilai percepatan ini penting untuk memperbesar efisiensi transaksi sekaligus mendorong inklusi keuangan.
Pada resep terakhir, BI menekankan penguatan kerja sama perdagangan dan investasi untuk merespons tren proteksionisme global. Kerja sama bilateral dan regional diarahkan mendukung agenda hilirisasi dan pembiayaan nasional, termasuk melalui perluasan penggunaan mata uang lokal dalam local currency transactions (LCT) dan pengembangan sistem pembayaran digital antarnegara.
BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 4,7–5,5 persen pada 2025, yang kemudian berpotensi meningkat menjadi 4,9–5,7 persen pada 2026 dan 5,1–5,9 persen pada 2027. Bank sentral menegaskan bauran kebijakan 2026 akan tetap diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan.
Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan bahwa seluruh agenda transformasi ekonomi harus dibarengi tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas penyimpangan. Ia menekankan pentingnya keputusan yang diambil dengan ketenangan, keyakinan, dan keberpihakan jelas kepada rakyat, agar pembangunan tidak mudah terguncang oleh tekanan eksternal maupun dinamika global. Ia menyebut tekad untuk “berdiri di atas kaki sendiri” sebagai prinsip moral yang harus hadir dalam setiap kebijakan publik.
BI menyatakan bahwa keberhasilan dari lima resep tersebut akan bergantung pada konsistensi pelaksanaan dan keterpaduan lintas pemangku kepentingan. Di tengah ketidakpastian global, sinergi kebijakan di level nasional disebut menjadi modal utama untuk menjaga momentum dan memperkuat daya saing ekonomi Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: