Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        BI Umumkan Pengembangan Sistem Pembayaran di 2026, Mulai Dari Infrastruktur Hingga Rupiah Digital

        BI Umumkan Pengembangan Sistem Pembayaran di 2026, Mulai Dari Infrastruktur Hingga Rupiah Digital Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Bank Indonesia (BI) mengumumkan arah kebijakan sistem pembayaran mengacu pada  Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030 yang akan terus mengakselerasi ekonomi dan keuangan digital (EKD).

        Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan bahwa BSPI 2030 dikembangkan untuk mewujudkan sistem pembayaran yang terintegrasi EKD nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan.

        “Visi BSPI 2030 akan dicapai melalui 5 inisiatif, yaitu Infrastruktur, Industri, Inovasi, Internasional, dan Rupiah Digital (4I-RD),” kata Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (28/11/2025).

        Baca Juga: Optimis! Bank Indonesia Paparkan Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Indonesia di 2026-2027

        Terdapat lima strategi yang akan ditempuh. Pertama, penguatan dan modernisasi infrastruktur baik ritel, wholesale, maupun data sistem pembayaran. Kedua, konsolidasi dan penataan struktur industri. Ketiga, perluasan inovasi dan akseptasi digital. Keempat, perluasan interkoneksi dan kerja sama internasional. Kelima, pengembangan Rupiah Digital.

        Selain itu, terdapat lima arah Kebijakan Sistem Pembayaran 2026, diantaranya penguatan infrastruktur pembayaran, BI akan mengembangkan New BI-FAST, modernisasi BI-RTGS, serta membangun infrastruktur data pembayaran yang mengedepankan interkoneksi, integrasi, dan interoperabilitas (3i).

        Selain itu, modernisasi BI-RTGS akan mengadopsi standar ISO 20022, dilengkapi fitur multicurrencyfraud management, dan Liquidity Saving Mechanism (LSM). BI juga menyiapkan pusat data sistem pembayaran end-to-end serta tiga fitur utama data digital, yakni Payment ID, BI-Payment Info, dan BI-Payment Clear, untuk memperkuat integritas transaksi dan pengawasan fraud.

        Selanjutnya, kebijakan konsolidasi struktur industri diarahkan pada penguatan peran perbankan sebagai poros sistem pembayaran. BI merumuskan kriteria TIKMI (Transaksi, Interkoneksi, Kompetensi, Manajemen Risiko, dan Informasi Teknologi) sebagai acuan perizinan hingga pengawasan industri. Penataan juga dilakukan pada industri KUPVA Bukan Bank guna meningkatkan integritas transaksi valuta asing dan meminimalkan risiko pencucian uang.

        BI bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) memperkuat inovasi melalui pembentukan Pusat Inovasi Digital Indonesia (PIDI) yang berfungsi sebagai sandbox, pusat riset, dan market intelligence. Program literasi dan kampanye digitalisasi akan diperluas untuk mendorong adopsi masyarakat dan memperkuat pelindungan konsumen.

        Pada 2026, BI menargetkan volume transaksi digital meningkat dari 49,2 miliar pada 2025 menjadi sekitar 63 miliar transaksi, sementara nominal transaksi diproyeksikan tumbuh 12,4% (yoy) menjadi Rp88.310,7 triliun.

        Transaksi QRIS diproyeksikan meningkat menjadi 17 miliar transaksi, dengan jumlah pengguna mencapai 60 juta dan total merchant mencapai 45 juta, mayoritas UMKM. Layanan BI-FAST ditargetkan naik signifikan menjadi 6,3 miliar transaksi.

        “Inovasi QRIS dengan target 60 juta pengguna dan 45 juta pengguna yang sebagian besar adalah UMKM. Pengembangan pusat inovasi digital nasional berkolaborasi dengan ASPI,” urai Perry.

        Perluasan konektivitas internasional, BI memperluas kerja sama pembayaran lintas negara, termasuk perluasan kerja sama QRIS Antarnegara dengan Korea Selatan, Arab Saudi, dan India setelah sebelumnya dengan Malaysia, Thailand, Singapura, dan Jepang.

        Pada sisi ritel, BI memperkuat partisipasi dalam Project Nexus bersama BIS untuk menghubungkan sistem fast payment beberapa negara ASEAN dan India. Modernisasi BI-RTGS juga diarahkan untuk mendukung konektivitas nilai besar yang telah menjadi agenda prioritas G20.

        Lebih lanjut, BI juga melakukan pengembangan Rupiah Digital sesuai dalam payung Proyek Garuda dan telah memasuki tahap eksperimentasi lanjutan. Implementasi Proyek Garuda dibagi ke dalam tiga tahapan. Pada tahap pertama (immediate), pengembangan dimulai dengan w-Digital Rupiah untuk use case penerbitan, pemusnahan, dan transfer dana antarpihak yang telah selesai dilakukan.

        Pada tahun 2026, tahapan eksperimentasi akan difokuskan pada uji coba pemanfaatan sekuritas digital melalui proses tokenisasi dalam use case operasi moneter dan transaksi keuangan lainnya.

        Pada tahap akhir, BI akan menguji konsep end-to-end antara w-Digital Rupiah dan r-Digital Rupiah sebagai bagian dari desain Central Bank Digital Currency (CBDC) Indonesia.

        Perry menegaskan, pihaknya juga terus memperkuat sinergi dan koordinasi baik dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) maupun industri sistem pembayaran untuk perluasan elektronifikasi transaksi keuangan Pemerintah Daerah, dengan memperkuat Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD), mendorong penyaluran bansos, dan memperluas penggunaan Kartu Kredit Indonesia (KKI) segmen Pemerintah. Digitalisasi UMKM dan pariwisata juga akan semakin digencarkan melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) dan Bangga Berwisata di Indonesia (BBWI) di berbagai daerah.

        Baca Juga: Bank Indonesia Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh Kisaran 4,7–5,5% di 2025

        Sinergi dan koordinasi pengaturan dan pengawasan digitalisasi sistem pembayaran oleh Bank Indonesia dengan digitalisasi lembaga keuangan oleh OJK akan semakin dipererat sebagai amanat dari UU P2SK, termasuk terhadap aset kripto dan Industri Teknologi Sistem Keuangan (ITSK), literasi keuangan digital dan pelindungan konsumen, serta keamanan siber.

        Sinergi dengan perbankan, asosiasi sistem pembayaran, asosiasi fintech, dan asosiasi lainnya terus diperkuat baik dalam memperluas berbagai program digitalisasi sistem pembayaran yang sudah berjalan, seperti QRIS, SNAP, dan BI-FAST, maupun dalam memperluas layanan kepada masyarakat luas.

        “Telah menjadi prinsip Bank Indonesia bahwa kebijakan, pengaturan, dan pengawasan sistem pembayaran dirumuskan dan dilaksanakan bersama industri (industry friendly policy),” tuturnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Cita Auliana
        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: