Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        PIS Perkuat Tata Kelola Risiko Hadapi Geopolitik dan Ancaman Siber

        PIS Perkuat Tata Kelola Risiko Hadapi Geopolitik dan Ancaman Siber Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        PT Pertamina International Shipping (PIS), Subholding Integrated Marine Pertamina, memperkuat tata kelola risiko dan ketahanan bisnis (Business Resilience) untuk mengatasi sejumlah tantangan kompleks dalam operasional pelayaran komoditas energi, termasuk risiko geopolitik, serangan siber, dan volatilitas pasar energi.

        VP Risk Strategy & Governance PIS, Nico Dhamora, menjelaskan bahwa dengan mengoperasikan 474 kapal tanker angkut, di mana 80% melayani domestik dan 20% melayani 65 rute internasional, perseroan memiliki portofolio yang sangat kompleks.

        "Aset kami adalah aset yang bergerak. Jadi bagi kami pemahaman terkait dengan mitigasi risiko terhadap aspek regulatory dan compliance sangat penting," ujar Nico dalam gelaran E2S Energy Update 2025, Rabu (10/12/2025).

        Baca Juga: Blue Ocean Strategy Fellowship 2025 dan Kementerian KKP Dorong Investasi dan Inovasi Ekonomi Biru RI

        Ancaman Utama Operasional Pelayaran

        Nico memaparkan, terdapat empat tantangan risiko utama yang dihadapi PIS. Yang pertama adalah Regulatory and Safety Compliance. Risiko ini krusial karena kapal-kapal PIS beroperasi di berbagai negara dengan standar regulasi yang berbeda. Selain itu, keandalan aset (kapal) harus dijaga. 

        "Implikasinya apabila ada aset kita yang tidak andal, maka bisa diyakini bahwa nanti akan berakibat pada pasokan energi secara nasional," tegasnya.

        Tantangan kedua, Geopolitical Tension, memiliki dampak langsung pada operasional. Nico mencontohkan insiden yang pernah terjadi di Teluk Hormuz. 

        Baca Juga: Kilang Pertamina: RDMP Balikpapan Akan Jadi Solusi Kebutuhan Energi di Indonesia

        "Saya ingat sekali ada satu kapal kita yang ada di Teluk Hormuz ketika Israel menyerang Qatar, dan pada saat itu benar-benar menjadikan bahwa konteks geopolitik itu menjadi valid," katanya.

        Yang ketiga, Keamanan Siber, merupakan emerging risk yang nyata. Nico menyebut insiden di Teluk Hormuz menyebabkan GPS jamming pada kapal PIS akibat serangan drone. 

        Untuk mitigasinya, PIS selain mengandalkan kemampuan navigasi manual pelaut andal, juga menerapkan kontrak multi-vendor GPS. 

        "Kita juga akhirnya berkontrak dengan multi-vendor sehingga nanti ketika GPS kita dimatikan, maka kita bisa switch on kepada vendor lain sehingga GPS-nya tetap bisa berjalan," jabarnya.

        Tantangan terakhir adalah Energy Market Volatility. Fluktuasi harga minyak dunia memengaruhi vessel tanker charter rate, yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan bisnis perusahaan.

        Baca Juga: Shell Resmi Beli BBM dari Pertamina Patra Niaga 100 Ribu Barel

        Penguatan Tata Kelola Berbasis Tiga Lini Pertahanan

        Dalam upaya mengelola risiko, PIS menerapkan kerangka Governance Center Risk Management dengan empat fokus utama, sejalan dengan kerangka Pertamina Grup dan Permen BUMN No. 2 Tahun 2023.

        Nico menekankan pentingnya Structural Oversight dengan menerapkan Three Lines of Defense dan memperkuat Internal Control serta Segregation of Duties. PIS menempatkan fungsi manajemen risiko sebagai Second Line of Defense (pengawas).

        "Tujuannya adalah memastikan bahwa semua First Line (pemilik bisnis proses) menjalankan tata kelola yang baik, sehingga nanti teman-teman Third Line (Internal Audit) beban mereka dalam melakukan assurance tidak berat," jelas Nico.

        Baca Juga: Menteri ESDM dan Dirut Pertamina Tinjau Pemulihan Energi, Fokus Penanganan Bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar

        Fokus kedua adalah Business Resilience dengan menerapkan Business Continuity Management System (BCMS). PIS tidak hanya membuat prosedur, tetapi juga menumbuhkan culture kesadaran krisis di kalangan pekerja. 

        "Paling penting bagi saya ialah memang kita harus melakukan simulasi dan kita memasukkan prosedurnya. Namun kami saat ini sudah menerapkan namanya culture... Bagaimana kita menumbuhkan kesadaran bagi semua insan di Pertamina International Shipping, apabila terjadi crisis, mereka tidak merasa kebingungan," tutupnya.

        Dalam aspek Digitalisasi, PIS menjadikan data historis sebagai sumber informasi dan Early Warning System melalui sistem Shipping Early Warning Insight System (SEWIS). 

        "Head Office harusnya adalah Head Office yang memberikan pandangan langsung kepada teman-teman beroperasi di sana. Dan saya menjadikan digitalisasi ini sebagai quick win," tutup Nico.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
        Editor: Djati Waluyo

        Bagikan Artikel: