WE Online, Jakarta - Hasil penelitian tentang perilaku konsumen beras Indonesia yang dilakukan oleh Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) menyimpulkan bahwa saat ini beras bukan lagi sebagai komoditas melainkan sebagai consumer brand product. Itu artinya kebijakan pemerintah dalam pengendalian harga di tiap derah tidak dapat dilakukan secara general, tapi menggunakan pendekatan yang berbeda sesuai dengan karakteristik beras di tiap-tiap daerah.
Ketua PP Perhepi Bayu Krisnamurthi mengungkapkan indikasi yang paling kuat mengenai kondisi tersebut, dalam penelitian yang dilakukan di 13 kota ternyata beras yang dipilih konsumen dan paling dicari untuk dikonsumsi adalah beras ternyata berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya, sebab setiap daerah memiliki karakteristik beras yang berbeda.
Sebagai contoh di daerah Sumatera Barat yang paling dicari adalah Beras Solok, AnakDaro, Sokan dan IR42. Berbeda dengan daerah yang lain misalkan Jambi, beras yang dimakan adalah jenis IR64, Ciherang, Cisadane, dan Muncul.
"Ciri dari komoditas menurutnya bersubsitusi sempunya, misalkan bisa digantikan secara sempurnya dimanapun barang tersebut berada. Tapi kondisi itu tidak terjadi pada beras," ungkapnya.
Hal itu berimplikasi pada harga beras yang berbeda satu sama lain, kemudian karakteristik dan kualitas yang juga berbeda satu sama lain. implikasi makro, kalau terjadi kenaikan harga satu jenis beras, tidak bisa kenaikan itu diatasi dengan memasok jenis beras yang lain.
"Jadi kalau terjadi kenaikan harga beras di Padang, karena Bareh Solok itu kurang, tidak bisa kemudian diganti dengan Beras Pandan Wangi dari Solo, meskipun di Solo berlimpah jumlahnya," jelasnya.
Itu menjadi penting dalam pengendalian inflasi. Dimana saat ini Presiden Jokowi menginginkan selama Ramadhan agar harga beras harus stabil, yang artinya inflasi harus dikendalikan. Namun pengendaliannya ternyata tidak bisa lagi dilekukan secara general atau makro. Tapi harus spesifik kota perkota, karena karakteristiknya berbeda.
"Itu baru beras, Perhepi menduga untuk komoditas lain juga demikian," jelasnya.
Dengan demikian, kebijakan yang harus diambil pemerintah seharusnya, kepada BPS dalam mendata harga tidak hanya harga beras, tapi harga beras jenis tertentu, misal Pandan Wangi, Bareh Solok, Cianjur, Ciherang atau yang mana.
Kemudian kalau terjadi kenaikan harga pada salah satu jenis beras tersebut, maka intervensi yang harus dibuat pemerintah melalui Bulog misalnya, juga harus sesuai dengan jenis beras. Karena kalau tidak nanti tidak akan efektif. Ketiga, intervensi juga menimbangkan hal-hal lain seperti kemasan dimana barang itu dijual.
"Karena ternyata konsumen sebagian besar sudah mulai menggunakan yang 5 kilo. Kalau tidak sesuai dengan konsumen sering kali intervensinya juga tidak efektif," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement