Direktur PT Mega Global Food Industry, Richard Cahadi mengatakan label halal mutlak diperlukan bagi industri makanan dan minuman agar dapat tembus di pasar global.
"Hampir semua negara saat ini mensyaratkan adanya label halal pada kemasanan makanan dan minuman, sehingga kami juga mengaplikasikan pada seluruh produk kami," kata Richard yang perusahaannya merupakan produsen biskuit Kokola di Bintaro Tangerang Selatan, Senin (8/8/2016).
Richard mengatakan awalnya kemasan halal ini hanya untuk pasar Indonesia saja, namun ternyata mitra kami di luar negeri juga meminta hal serupa.
Biskuit Kokola yang diproduksi di Gresik Jawa Timur ini, kata Richard sudah memiliki penggemar di luar negeri, sudah memiliki pasar di dalam negeri, pihaknya juga memperkuat pasar luar negeri.
"Bagi seluruh industri, baik dalam maupun luar negeri, pasar internasional penting. Untuk itu Kokola Group berniat makin memperkuat pasar internasional melalui berbagai langkah strategis," jelasnya.
Imbauan Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia harus lebih aktif dalam kegiatan ekspor bukan hanya bahan mentah/komoditi saja, tapi juga ekspor berbentuk olahan pangan/olahan jadi. Hal ini yang kami pegang untuk pengembangan ke depannya, ujar Richard
Biskuit Kokola setelah dikelola generasi ketiga berhasil melakukan turnaround. Transformasi gaya manajemen kuno ke modern sukses dilakukan Richard Cahadi (40 tahun) secara bertahap.
Sejumlah terobosan pun dilakukan, sehingga Kokola yang awalnya hanya jago kandang di pasar Jawa Timur, kini menjadi perusahaan global di kategori snack. Tidak kalah dengan raksasa Mayora, Indofood atau Garudafood.
Namun, satu keunikan Kokola adalah fokus menggarap pasar biskuit dan wafer saja. Tidak seperti perusahan makanan lain yang merambah ke mana-mana produknya.
"Sejauh ini kami tidak terbawa arus ikut masuk ke pasar mie instan, minuman, permen, kacang atau snack yang lain. Kokola hanya fokus untuk produk-produk biskuit," kata Richard menegaskan komitmen perusahaan yang berumur 30 tahun itu.
Terobosan berikutnya, masuk ke pasar ekspor. Hal ini dilakukan sejak tahun 2006. Negara pertama ekspor biskuit Kokola adalah Australia. Setelah itu, ke rak-rak supermarket di Amerika Serikat, Eropa, China, Arab Saudi, Asia, Afrika dan lainnya. Semua itu terwujud berkat fokus perusahaan akan keamanan dan kesehatan produk yang kami hasilkan, kata Richard.
Untuk pasar Asia, semua negara sudah ditembus biskuit dan wafer Kokola, kecuali Jepang saja. "Nggak tahu kenapa lidah orang Jepang kok beda sendiri. Padahal, produk terbaru kami rasa maca atau green tea direspons antuasias oleh konsumen Korea, Taiwan dan China, tapi di Jepang susah masuknya," ujarnya.
Hingga kini Kokola sudah berhasil merambah pasar ekspor dengan komposisi 50 persen dan sisanya sebanyak 50 persen untuk domestik. Jumlah itu mengalami kenaikan dari sebelumnya.
Sebagai gambaran dua tahun lalu kapasitas pasar eskpor 40 persen dan 60 persen untuk domestik. Ada 90 negara tujuan ekspor yang tersebar di benua Asia, Eropa dan Amerika.
Perubahan lain yang dilakukan Richard, menerapkan konsep open kitchen. Jika dulu pabrik Kokola tertutup untuk khalayak, kini siapa pun boleh masuk asalkan sesuai prosedur. Hal ini dilakukan setelah pabrik direnovasi menjadi lebih besar, moderen, bersih dan hygienis.
"Saat ini total luas pabrik Kokola di Gresik seluas 5 hektare dengan kapasitas produksi 1 line 3 ton per hari. Untuk jenis produk ada 60 SKU dan harga produk mulai Rp1000 hingga Rp30 ribu per piece," ujarnya.
Gaya manajemen modern juga ditunjukkan dengan penggunaan brand ambassador. Kali ini Kokola mempercayakan ke ustadzah Mamah Dedeh dan artis Islami Umma Oki.
"Untuk menjadikan Mamah Dedeh sebagai duta merek tidak gampang. Sampai-sampai Mamah itu harus kenal dengan ayah saya dan keluarga. Perkenalan kami dimulai saat mengundang beliau sebagai penceramah untuk pengajian karyawan," ujarnya.
Sementara itu, Andi Fian Octavia, Public and Media Relation Kokola Group menambahkan, untuk menciptakan biskuit halal dan aman butuh proses dan tahapan yang terjaga dan terstandarisasi. Hal ini hanya bisa dicapai dengan spirit moral yang kuat. Untuk itulah Kokola Group berkomitmen membuktikannya dengan berhasil meraih berbagai sertifikat keamanan pangan baik berstandar nasional maupun internasional.
Adapun sertifikasi yang telah berhasil diperoleh antara lain: Food Safety ISO 22000, sertifikasi halal produk dan proses dari MUI (MajelisUlama Indonesia), BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), BRC Global Food Safety (British Retail Consortium), Halal Process & Halal Product Certification) dari Majelis Ulama Indonesia.
Terkait penjualan, Richard mengatakan mentargetkan pertumbuhan konservatif 5-10 persen saja mengingat kondisi ekonomi nasional dan global kurang membaik.
"Betul, pendapatan kami 50 persen dari pasar ekspor. Tapi, bahan baku produk Kokola itu 90 persen impor, karena di negara kita tidak ada gandum," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement