Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo berharap ide pembentukan wilayah suaka pajak (offshore financial center) atau tax haven oleh pemerintah lebih serius dikaji kembali. Pasalnya, OFC merupakan gejala lumrah di beberapa negara untuk memfasilitasi kemudahan investasi dan bisnis, namun pembentukannya harus selaras dengan semangat transparansi perpajakan di tingkat global.
"OFC bukan untuk mengelak pajak dan memfasilitasi pencucian uang atau penggelapan, melainkan untuk mengakselerasi transformasi ekonomi melalui kepastian hukum dengan perlakuan khusus, kemudahan administrasi dan perijinan, dukungan sistem perbankan yang handal, infrastruktur yang baik, serta aparatur yang kompeten untuk melakukan pengawasan," kata Yustinus dalam keterangannya di Jakarta, Senin (15/8/2016).
Dia menilai tanpa persiapan yang baik dan kajian yang memadai, perubahan sistem dan kebijakan perpajakan yang radikal berpotensi meruntuhkan bangunan sistem perpajakan Indonesia. Yustinus meminta peta jalan reformasi perpajakan harus dibuat dengan lebih baik, termasuk di dahului dengan perumusan prinsip-prinsip perpajakan yang adil dan berkepastian hukum.
"Ketergesaan yang dibalut kesan responsif terhadap permintaan pasar harus disikapi penuh kehati-hatian. Sangat mungkin gagasan reformasi pajak ditunggangi bahkan dibajak kepentingan-kepentingan yang sekedar ingin melanggengkan insentif yang merugikan negara. Pembentukan suaka pajak yang dipaksakan pun dapat dicurigai mengandung hidden agenda untuk menciptakan tempat persembunyian baru pasca pengungkapan data di amnesti pajak dan mengantisipasi pemberlakuan AEoI (Automatic Exchange of Information)," pungkasnya.
Untuk itu, dia menyarankan agar Presiden Jokowi fokus melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan amnesti pajak dan menyiapkan strategi pasca-amnesti pajak, dan menuntaskan revisi UU Perpajakan dan aturan terkait, perbaikan kualitas birokrasi perpajakan, dan pembenahan administrasi agar menjadi landasan bagi sistem perpajakan baru.
"Lontaran ide-ide baru yang berpotensi menciptakan ketidakpastian dan kontroversi baru seyogianya dihindari. Sri Mulyani perlu diberi ruang artikulasi yang lebih luas dan waktu yang longgar untuk mengidentifikasi permasalahan dan merumuskan cetak biru reformasi pajak," tuntasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement