ADB Proyeksikan Pertumbuhan Asia Stabil Meski Hadapi Tekanan
Laporan ekonomi Bank Pembangunan Asia (ADB) memproyeksikan pertumbuhan di negara berkembang Asia tetap stabil, yang didukung oleh perekonomian di Tiongkok dan India, meski menghadapi tekanan ekonomi global.
"Pertumbuhan kuat di Tiongkok dan India membantu kawasan ini mempertahankan momentum pertumbuhannya," kata Deputi Kepala Ekonom ADB Juzhong Zhuang dalam pemaparan yang diterima di Jakarta, Selasa (27/9/2016).
Laporan pembaruan dari publikasi ekonomi tahunan ADB 2016 ini, masih mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonomi di kawasan negara berkembang Asia pada 2016 dan 2017 sebesar 5,7 persen, atau sama dengan publikasi pada Maret.
Zhuang mengatakan meski ada momentum pertumbuhan yang kuat, namun kawasan negara berkembang Asia harus mewaspadai risiko negatif yang bisa menghambat proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2016 dan 2017.
"Para pembuat kebijakan perlu mewaspadai berbagai risiko negatif, termasuk potensi berbaliknya aliran modal yang bisa dipicu oleh perubahan kebijakan moneter di perekonomian negara maju, termasuk AS," katanya.
Laporan tersebut menyatakan langkah stimulus fiskal maupun moneter memberikan kontribusi utama terhadap pemulihan ekonomi di Tiongkok sehingga diperkirakan ekonomi di negara itu tumbuh masing-masing sebesar 6,6 persen dan 6,4 persen pada 2016 dan 2017.
Hal ini memberikan keseimbangan dari lambatnya pertumbuhan ekonomi dari negara lain di Asia Timur, sehingga sub kawasan ini diperkirakan bisa tumbuh masing-masing 5,8 persen pada 2016 dan 5,6 persen pada 2017.
Sementara itu, perekonomian di Asia Tenggara akan mengalami kenaikan pertumbuhan hingga mencapai 4,5 persen pada 2016, karena besarnya realisasi belanja infrastruktur pemerintah di beberapa negara.
Pada 2017, perekonomian sub kawasan ini diperkirakan bisa tumbuh 4,6 persen, karena meraih manfaat dari kenaikan permintaan dari negara perekonomian maju, serta peningkatan harga komoditas ekspor.
Namun, perekonomian global diperkirakan hanya tumbuh 1,4 persen pada 2016 dan 1,7 persen pada 2017, karena tertundanya pemulihan yang menyulitkan kinerja ekonomi di negara industri utama seperti AS, Uni Eropa dan Jepang. (ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement