Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman resmi mengajukan praperadilan karena ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan kuota gula impor yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya tahun 2016 untuk provinsi Sumatera Barat.
"Benar mengajukan praperadilan, didaftarkan pada 29 September dengan nomor registrasi No 129/PID.PRAP," kata humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan I Made Sutrisna saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (30/9/2016).
Namun Made menyatakan belum ada jadwal persidangan maupun hakim tunggal yang akan menyidangkan kasus tersebut.
"Belum ada jadwal sidang," tambah Made.
Pengacara Irman, Razman Nasution mengatakan praperadilan itu diajukan terkait dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 17 September 2016 lalu.
"Perihal praperadilan, kami sudah memiliki bukti-bukti, kami sudah dalami prosedur di antaranya ada surat yang berbeda dalam OTT itu. Dalam surat itu ditujukan untuk (OTT) Pak Sutanto tapi kok digunakan untuk Pak Irman? Bukti lain tidak bisa saya buka karena itu untuk rahasia di pengadilan," ungkap Razman.
Sehingga menurut Razman seharusnya tidak terjadi OTT terhadap Irman.
OTT KPK dilakukan pada Sabtu (17/9) dini hari terhadap empat orang yaitu Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istrinya Memi, adik Xaveriandy dan Ketua DPD Irman Gusman di rumah Irman di Jakarta.
Kedatangan Xaveriandy dan Memi adalah untuk memberikan Rp100 juta kepada Irman yang diduga sebagai ucapan terima kasih karena Irman memberikan rekomendasi kepada Bulog agar Xaverius dapat mendapatkan jatah untuk impor tersebut.
Irman Gusman disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Xaverius dan Memi disangkakan menyuap Irman dan jaksa Farizal yang menangani perkara dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton dimana Xaverius merupakan terdakwanya.
Uang suap yang diberikan kepada Farizal adalah sebesar Rp365 juta dalam empat kali penyerahan, sebagai imbalannya, Farizal dalam proses persidangan juga betindak seolah sebagai pensihat hukum Xaverius seperti membuat eksekpsi dan mengatur saksi saksi yang menguntungkan terdakwa. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement