Emiten perbankan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menyatakan permintaan kredit perseroan pada tahun ini masih akan lesu. Hal ini disebabkan daya beli masyarakat masih belum banyak mengalami perbaikan.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiaatmadja di ajang Indonesia Knowledge Forum V yang digelar di Jakarta, Kamis (6/10/2016).
"Perlu ada stimulus untuk meningkatkan daya beli masyarakat karena kunci pertumbuhan kredit adalah bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat," katanya.
Bahkan, ia menilai adanya rencana pemerintah untuk menurunkan suku bunga di akhir tahun ini pun tidak terlalu berdampak signifikan terhadap permintaan kredit. Malah, dirinya mengungkapkan sektor perbankan masih akan menghadapi banyak tantangan, salah satunya seperti tingginya rasio kredit bermasalah atau (nonperformance loan/NPL) yang datang dari debitur di sektor komoditas, tambang, alat berat, dan bisnis tongkang.
"Beberapa sektor kurang bagus, itu akan menyumbang peningkatan rasio kredit bermasalah," terang Jahja.
Tercatat, pada semester pertama tahun ini, rasio NPL perseroan mencapai 1,4 persen, angka ini meningkat dibandingkan 0,7 persen pada periode yang sama tahun 2015 di mana rasio NPL gross pada akhir Juni 2016 mencapai 1,4 persen.
Sementara itu, pada akhir Juni dan Desember 2015 rasio NPL gross mencapai 0,7 persen. Adapun, rasio NPL net pada akhir Juni 2016 mencapai 0,4 persen. Pada akhir Juni dan Desember 2015 lalu, rasio NPL net mencapai 0,2 persen.
Meningkatnya NPL perseroan tersebut sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun demikian, rasio NPL tersebut masih dalam tingkat yang dapat ditoleransi. Pada semester I 2016, BCA membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebesar Rp 2 triliun untuk mempertahankan kecukupan kerugian penurunan nilai aset keuangan. Per Juni 2016, rasio cadangan terhadap total kredit bermasalah tercatat sebesar 193 persen.
Sekedar informasi, penyaluran kredit perseroan di semester pertama 2016 tercatat sebesar Rp387 triliun meningkat sebesar 11,5 persen secara tahunan dibandingkan Rp347,1 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Peningkatan penyaluran kredit didorong oleh penyaluran kredit korporasi yang tumbuh 19,6 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp135,4 triliun. Adapun, kredit komersial dan UKM dilaporkan meningkat 6,5 persen (yoy) menjadi Rp146,5 triliun. Sementara itu, kredit konsumer tercatat tumbuh 9,1 persen (yoy) menjadi Rp105,2 triliun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement