Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

DJKI Terima 51 Aduan Sengketa Kekayaan Intelektual

DJKI Terima 51 Aduan Sengketa Kekayaan Intelektual Kredit Foto: Annisa Nurfitriyani
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI Kemenkumham menerima 51 aduan atau laporan kejadian (LK) terkait dengan pelanggaran Kekayaan Intelektual sepanjang tahun ini. Sebagain besar aduan tersebut didominasi oleh laporan sengketa merek.

"Dari Januari 2016 sampai saat ini kita sudah terima 51 laporan masyarakat. Ini delik aduan. Tetapi hampir sebagian sudah kita tangani, dan yang lainnya masih kita tunggu pandangan ahli dari direktorat masing-masing," kata Kasubdit Pengaduan Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian sengketa DJKI Kemenkumham, Abdul Hakim di sela acara sosialisasi Indonesia Tolak Barang Palsu dan Bajakan di Terminal 3 Ultimate, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Kamis (20/10/2016).

Dia mengungkapkan penyidikan terbaru adalah sengketa merek ACCU GS di Surabaya. "Di awal Oktober lalu kita tangani kasus ACCU GS di Surabaya. Sebelumnya juga kita tangani sengketa merek cairan pembersih," ungkap Abdul Hakim.

Di tempat terpisah, Direktur Merek DJKI Kemenkumham, Fathurrahman mengungkapkan, saat ini permohonan pencatatan Kekayaan Intelektual seperti merek dan paten mencapai 300 pemohon per hari.

"Jadi kalau ada keluhan di daerah soal keterlambatan proses, harap bersabar karena per hari ada sekitar 300 pemohon. Ini diproses secara online," katanya saat mendampingi Menkumham, Yassona H Laoly, saat Teleconference dengan sejumalh Kanwil dalam rangkaian Aksi Simpati Peduli Kekayaan Intelektual Secara Serentak di Seluruh Indonesia sekaligus kempanye Indonesia Tolak Barang Palsu dan Bajakan di Kantor Kemenkumham, Jakarta hari ini.

Adapun kegiatan sosialisasi 'Indonesia Tolak Barang Palsu dan Bajakan' hari ini dilakukan serentak oleh 33 kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI dengan memilih lokasi di 33 bandara seluruh Indonesia. Terkait kegiatan ini, Menkumham menegaskan pentingnya Kekayaan Intelektual dalam pembangunan ekonomi dan perdagangan karena telah memacu dimulainya era baru.

"Pembangunan ekonomi yang berdasar ilmu pengetahuan berlandaskan Kekayaan Intelekual adalah konsep hukum yang baru dan netral. Namun, sebagai pranata, Kekayaan Intelektual juga memiliki misi yang di antaranya adalah menjamin perlindungan terhadap kepentingan moral dan ekonomi pemiliknya," jelas Menkumham.

Bagi Indonesia, lanjutnya, pengembangan sistem Kekayaan Intelektual telah diarahkan untuk menjadi pagar, penuntun dan sekaligus rambu bagi aktivitas industri dan lalu lintas perdagangan global.

"Dalam skala ekonomi makro, Kekayaan Intelektual dirancang untuk memberi energi dan motivasi kepada masyarakat untuk lebih mampu menggerakkan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki," kata Menkumham.

Pemerintah menyadari bahwa perlindungan yang maksimal terhadap Kekayaan Intelektual, tidak saja akan memberikan dampak positif terhadap citra Indonesia, namun secara langsung dan tidak langsung akan membantu meningkatkan perekonomian dan penciptaan lapangan kerja.

"Kita juga meminta empati dari pengusaha, seperti pengusaha televisi, pengusaha karoke, agar memberikan penghargaan selayaknya bagi para pencipta lagu karena kita terhibur. Dan ini akhirnya akan dorong pertumbuhan ekonomi, karena bayar pajak," pungkas Menkumham.

Menkumham juga meminta kepada Kanwil di daerah untuk meningkatkan kerjasama dengan perguruan Tinggi, sekolah-sekolah, pengelola Mal di daerah dalam rangka meningkatkan penggunaan produk asli, dan memberantas barang palsu dan bajakan.

"Anak sekolah sekarang suka beli DVD, CD yang murah, itu merusak. Kakanwil harus teken MoU dengan mall, kepala daerah, Polda, supaya ada komitmen bersama dengan stakeholder dan masyarakat bersama-sama menolak barang bajakan," kata Menkumham.

Pelaksana Tugas Dirjen Kekayaan Intelektual, Aidir Amin Daud menyampaikan bahwa melalui kegiatan sosialisasi yang terus dilakukan diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk tidak membeli, menggunakan, mengedarkan apalagi memproduksi barang palsu yang akan sangat berdampak kepada kerugian masyarakat.

Dampak negatif tersebut misalnya: (1) kualitas barang tidak sesuai dengan yang diharapkan sehingga mudah rusak; (2) fungsi dan manfaat? barang kadang tidak sama dengan yang diinginkan; (3) barang palsu biasanya mempunyai efek negatif yang mungkin berbahaya? bagi penggunanya misalnya obat dan vaksin; (4) nilai barang tidak sepadan dengan harga yang dibeli.

Di sisi lain, saat pemerintah gencar mengampanyekan untuk memakai dan mencintai produk dalam negeri, ada sentimen negatif menyatakan bahwa Indonesia adalah sarang pembajak, khususnya untuk pemalsuan software. Sehingga dalam laporannya, Tahun 2016 ini USTR memasukkan Indonesia bersama sembilan negara lain di Priority Watch List? (PWL) yakni Aljazair, Argentina, Cile, Cina, India, Pakistan, Rusia, Thailand, dan Venezuela.

Untuk mengatasi masalah ini Menkumham berharap dengan adanya Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual yang memiliki PPNS yang berada di Pusat maupun Kantor Wilayah Kumham untuk melakukan secara terus menerus dan berkesinambungan melakukan pemantauan tentang pelanggaran kekayaan intelektual di seluruh Indonesia.

"Kegiatan ini juga merupakan jawaban terkait dengan stigma negatif yang menyebutkan bahwa banyak barang palsu bajakan yang masuk secara bebas ke Indonesia. Tentunya kondisi tersebut memunculkan citra yang kurang positif terhadap hukum yang berlaku di Indonesia, di mana perangkat maupun peraturan hukum yang ada dianggap tidak efektif dengan banyaknya orang yang berani membawa masuk produk palsu dan/atau produk bajakan khususnya software computer," kata Menkumham.

Sementara itu, Sekjen Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), Justisiari P Kusumah mengatakan pihaknya akan terus bekerjasama dengan pemerintah untuk mengedukasi masyarakat terkait pentingnya perlindungan Hak Cipta dan karya-karya yang dilindungi Hak Ciptanya seperti antara lain software, film, musik, buku dan lain-lain. Dalam kegiatan kali ini, materi edukasi dititikberatkan kepada perlindungan Hak Cipta software dan bentuk-bentuk pelanggarannya.

Melalui kegiatan sosialisasi ini juga diharapkan masyarakat luas dapat memahami tentang pentingnya menggunakan Software Asli sebagai upaya terhadap perlindungan privasi data dari ancaman Malware.

"Penggunaan software ilegal/bajakan dapat mengundang resiko yang secara nyata dapat berpotensi terhadap pencurian data pribadi, password, informasi finansial/perbankan dan akun social media/e-mail, oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawabn," tegas Justisiari, Sekjen MIAP.

Sebagai informasi tambahan, perlindungan terhadap KI, khususnya hak cipta program komputer tercantum dalam Undang-undang Hak Cipta No. 28 tahun 2014 (?UUHC?), dimana Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Melalui Undang-Undang Hak Cipta No. 28/2014 pasal 113 ayat (3) disebutkan bahwa setiap penjual barang bajakan, termasuk para retailer komputer dan perangkat lunak, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau dikenakan denda hingga Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), serta disebutkan pula pada ayat (4) UUHC bahwa setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000 (empat milyar rupiah).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: