Keputusan Pemerintah menurunkan harga gas untuk industri dinilai merupakan langkah tepat karena selain menyelamatkan industri pupuk juga bentuk perhatian negara terhadap sektor pertanian.
"Keputusan menurunkan harga gas industri bisa menyelematkan pabrik pupuk sekaligus menunjang program pemerintah dalam swasembada pangan. Ini merupakan perhatian Pemerintah terhadap sektor pertanian," kata Direktur Utama Pupuk Indonesia, Aas Asikin Idat, di Jakarta, Senin (24/10/2016).
Menurutnya, tingginya harga gas saat ini membuat urea Indonesia tidak bisa bersaing karena biaya produksi urea di Indonesia sudah melebihi harga pasar internasional. "Bila terus berlanjut, mungkin kami harus menurunkan volume produksi," ujar Aas.
Namun tambahnya, dengan kebijakan tersebut dipastikan bahwa pabrik pupuk bisa bertahan dan mengamankan pasokan pupuk dalam rangka meningkatkan produksi pertanian.
Ketersediaan pupuk, menurut Aas, akan menunjang program pemerintah dalam swasembada pangan, mengurangi ketergantungan terhadap produk impor, serta meningkatkan kesejahteraan petani.
"Apabila harga gas bisa diturunkan hingga level 3 dollar AS per mmbtu, maka industri pupuk akan dapat bersaing lagi dengan pupuk urea impor yang saat ini mulai membanjiri pasar dalam negeri", kata Aas.
Menurutnya, sebagai negara agraris sudah sepatutnya Indonesia dapat memenuhi sendiri kebutuhan pupuk dalam negeri, tidak tergantung kepada produk impor. Pasokan pupuk juga dapat lebih terjamin sesuai dengan prinsip 6 tepat (tepat waktu, jumlah, jenis, lokasi, mutu dan harga), sehingga para petani yang berada di daerah terpencil juga dapat memperoleh pupuk sesuai kebutuhannya dengan harga yang terjamin.
"Bukan hanya itu, dengan turunnya harga gas, sebenarnya juga turut membantu meringankan beban subsidi karena tagihan subsidi kepada Pemerintah jelas akan berkurang juga", kata Aas.
Tingkatkan Efisiensi Di tengah kondisi sulit dan dibayangi kemungkinan menurunkan rate produksi, Aas menegaskan bahwa Pupuk Indonesia terus meningkatkan efisiensi, salah satu strategi adalah menekan konsumsi bahan baku gas lewat program revitalisasi.
"Karena usia pabrik yang rata-rata sudah tua dan menggunakan teknologi lama, pabrik urea kita termasuk boros konsumsi gasnya. Rata-rata pabrik kita sudah berusia di atas 20 tahun dan konsumsi gasnya sekitar 35 MMBTU/ton", jelas Aas Asikin.
Pabrik-pabrik yang sudah tua dan boros tersebut, akan dimatikan dan digantikan pabrik baru yang lebih efisien dan hemat energi dengan rata-rata konsumsi gas sektiar 25 MMBTU/ton.
Program revitalisasi yang telah berjalan antara lain pembangunan Pabrik Kaltim-5 di Bontang yang telah diresmikan Presiden RI tahun lalu, kemudian Pusri 2B di Palembang yang diharapkan selesai tahun ini, serta pabrik Amurea 2 di Gresik yang ditargetkan beroperasi 2018.
Pupuk Indonesia mendapat penugasan penyaluran pupuk bersubsidi sebesar 9,55 juta ton untuk semua jenis pupuk. Besaran ini ditentukan oleh alokasi yang ditetapkan Kementerian Pertanian.
Untuk stok pupuk sendiri, saat ini berada dalam kondisi yang sangat aman. Sampai Oktober 2016, total stok untuk semua jenis pupuk bersubsidi di lini 3 mencapai 1.293.345 ton, atau hampir empat kali lipat dari ketentuan Pemerintah. "Jumlah tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan sampai akhir tahun 2016", tegas Aas. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Advertisement