Ekonom Bahana Securities Fakhrul Fulvian menilai bahwa dalam rangka mendorong perekonomian Indonesia lebih tinggi diperlukan akselerasi belanja pemerintah.
"Ke depan, akselerasi belanja pemerintah menjadi sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Fakhrul Fulvian dalam kajiannya di Jakarta, Senin (7/11/2016).
Menurut dia, kebijakan pemerintah memotong anggaran pada kuartal tiga, sebelum didapatkannya pendapatan tambahan dari program amnesti pajak memberikan sedikit pelambatan pada perekonomian domestik.
Ia mengemukakan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (7/11) mengumumkan PDB Indonesia hanya tumbuh 5,02 persen pada periode triwulan III-2016, dibandingkan periode sama tahun lalu. Pencapaian ini bahkan lebih rendah dari kuartal kedua yang tumbuh 5,19 persen secara tahunan.
Dalam catatan BPS, ia memaparkan bahwa investasi hanya tumbuh 4,06 persen secara tahunan, dibandingkan kuartal kedua yang tumbuh sebesar 5,06 persen. Belanja pemerintah turun sebesar 2,97 persen secara tahunan, dibandingkan kuartal dua yang tumbuh 6,23 persen secara tahunan. Sedangkan pertumbuhan ekspor turun 6 persen dari tahun lalu.
Sementara itu, konsumsi masyarakat pada kuartal ketiga tercatat tumbuh sebesar 5,0 persen dari tahun lalu, relatif stabil dengan pertumbuhan kuartal dua yang tumbuh sebesar 5,06 persen "year on year".
"Konsumsi masyarakat masih menjadi kontributor terbesar terhadap PDB, namun belum mampu menutupi penurunan konsumsi pemerintah yang memangkas anggaran belanja sebesar Rp133,8 triliun dalam APBN-P 2016," papar Fakhrul Fulvian.
Fakhrul Fulvian menyampaikan Bahan Securities melihat dampak dari penguatan nilai tukar rupiah dan harga komoditas yang mulai membaik belum terefleksi pada data PDB kuartal ketiga ini, namun akan terlihat pada pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal kedepan, karena hal ini akan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat yang tercermin pada tingkat konsumsi.
Pada 2017, Bahana Securities memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 5,4 persen karena ditopang oleh pelonggaran moneter yang masih terbuka serta harga komoditas yang membaik akan memberi dampak positif terhadap kinerja ekspor.
Masih menjanjikan Dari sisi investasi, Fakhrul Fulvian mengatakan bahwa Indonesia masih menjadi pasar yang menjanjikan bagi investor, apalagi pemerintah masih terus berupaya untuk memperbaiki iklim investasi.
"Lihat saja pada pertengahan tahun 2016 ini, pemerintah sudah mengeluarkan revisi Daftar Negatif Investasi, serta kementerian perekonomian sudah memberikan rumusan baru untuk penentuan upah minimum regional, sehingga investor sudah memiliki kepastian untuk menghitung kenaikan upah buruh di Indonesia," katanya.
Apalagi, lanjut dia, pada akhir Oktober lalu lembaga Bank Dunia menaikan peringkat "ease of doing business" sebanyak 11 peringkat ke level 109 dari yang sebelumnya Indonesia berada di level 120. Hal itu menunjukkan pemerintah konsisten memperbaiki daya saing di dalam negeri.
"Saat ini rata-rata penduduk Indonesia berusia 29 tahun, dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,6 persen per tahun, data ini menjadi 'sweetener' bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia karena ini artinya tingkat konsumsi masyarakat masih tinggi," papar Fakhrul Fulvian. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement