Undang-undang Merek dan Indikasi Geografis yang baru disetujui untuk disahkan pada Rapat Paripurna DPR 27 Oktober lalu, diharapkan dapat mendorong sertifikasi produk menggunakan sistem Indikasi Geografis yang ada di seluruh Indonesia.
"Kita terus mendorong agar produk-produk khas di wilayah Indonesia mendapat sertifikasi Indikasi Geografis, apalagi sekarang sudah ada undang-undang baru," kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Jakarta, Senin (7/11/2016).
Indikasi Geografis ada penggunaan nama geografis untuk produk yang hanya ada di wilayah tertentu dan merupakan potensi nasional yang dapat menjadi komoditas unggulan baik dalam perdagangan domestik maupun internasional, seperti Ubi Cilembu, Kopi Gayo, lada hitam lampung dan lainnya.
Sertifikasi Indikasi Geografis ini akan melindungi persaingan produk lokal dengan wilayah lain yang menggunakan nama geografis secara tanpa hak.
Sertifikasi ini juga berdampak pada peningkatan ekonomi warga lokal terutama warga pedesaan.
"Contohnya saja, sebelum disertifikasi Kopi Gayo dihargai Rp25 ribu per kilogram, setelah disertifikasi harganya menjadi Rp250 ribu per kilogram," kata Yasonna.
Sertifikasi Indikasi Geografis pertama diberikan kepada Kopi Arabika Kintamani Bali pada 2008.
Sampai saat ini baru sekitar 52 produk Indikasi Geografis yang terdaftar di mana 46 adalah produk lokal dan sisanya Indikasi Geografis Luar Negeri.
Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kementerian Hukum dan HAM, Fathlurachman mengatakan lambatnya jumlah produk yang terdaftar karena produk yang dihasilkan dari beberapa daerah pun belum maksimal.
"Maka kita butuh dukungan dari seluruh pihak, untuk melakukan pendampingan kepada masyarakat agar produk yang dihasilkan berkualitas tinggi," kata dia. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement