Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

FSP BUMN Strategis Tolak Revisi PP No 52 dan 53 Tahun 2000

FSP BUMN Strategis Tolak Revisi PP No 52 dan 53 Tahun 2000 Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Bandung -

Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis (FSP BUMN Strategis) kembali menegaskan sikapnya untuk menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan RPP Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

FSP BUMN Strategis beranggotakan SPP PLN, SP PJB, PP Indonesia Power Sepakat Telkomsel, Sekar Telkom, dan Ikatan Awak Kabin Garuda.

"Setelah kami pelajari, FSP BUMN Strategis menyatakan menolak RPP No 52 dan 53 Tahun 2000. Kami meminta Kementerian Kominfo menghentikan dan membatalkan proses perubahan kedua PP," kata Ketua Umum FSP BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (25/11/2016).

Menurutnya, uji publik terhadap materi kedua RPP dengan waktu yang sangat singkat sehingga kurang memberikan peluang bagi masyarakat luas untuk memberikan masukan dengan kajian yang lebih lengkap.

"Uji publik dengan waktu yang singkat ini terkesan hanya bentuk formalitas dalam rangka memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.

Dalam kajian FSP BUMN Strategis, secara keseluruhan perubahan kedua PP tersebut melampaui batas-batas dan cenderung bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

"Perubahan PP Nomor 52 Tahun 2000 dan Perubahan PP 53 Tahun 2000 akan mubazir karena pada saat diberlakukan termasuk masa transisinya beririsan dengan pembahasan RUU Telekomunikasi yang baru, yang telah diprogramkan oleh Kementerian Kominfo pada tahun 2017," katanya.

Polemik kedua RPP terkait kewajiban sharing frekuensi dan infrastruktur tersebut sejak awal ditentang keras FSP BUMN Strategis sebab jaringan yang telah dibangun BUMN Telekomunikasi kelak bisa ditumpangi operator-operator asing tanpa kepastian jaminan pengembalian investasinya.

Hal ini akan berakibat operator enggan dan malas membangun di daerah yang belum dilayani atau daerah yang tidak layak secara bisnis. Demikian pula dengan daerah perkotaan sehingga akan mengakibatkan persaingan tidak sehat karena kewajiban sharing antara dua atau tiga operator dapat mengakibatkan terjadinya inefisiensi frekuensi.

Menurut Wisnu, penolakan itu melengkapi kontroversi seputar rencana Revisi PP 52 Tahun 2000 dan PP 53 Tahun 2000 yang telah berlangsung enam bulan sebelumnya. Seharusnya, Menkominfo sadar bahwa gagasan yang disampaikan itu tidak akuntabel untuk dilanjutkan.

"Jika masih ngotot, tentu wajar kami curiga ada agenda lain di balik semua itu. Kecuriagaan itu wajar jika kita menelusuri perjalanan RPP sejak pertama kali mencuat ke publik yang kurang transparan dan berujung demonstrasi FSP BUMN Strategi dan bahkan sudah ada pihak yang melaporkan ke KPK," ujarnya

Ia mengatakan federasi juga sangat menyoroti masa uji publik yang terkesan basa-basi karena untuk menguji materi setingkat PP hanya diberi waktu satu minggu dan itupun dalam bentuk pemberian masukan lewat email. Mestinya, kata dia, sesuai Perpres 87 Tahun 2014, proses uji publik tidak hanya dilakukan melalui publik, tetapi juga harus dilakukan dalam forum seminar, lokakarya, sosialisasi, dan lain sebagainya agar terjadi adu argumen dan perdebatan komprehensif dari berbagai kalangan.

Apalagi, ia menegaskan materi kedua PP itu menyangkut telekomunikasi yang erat sekali kaitannya dengan aspek kepentingan masyarakat dan pertahanan/keamanan negara.

"Karena itu, dengan banyaknya penolakan dari materi uji publik tersebut, kami sekali lagi meminta Menkominfo Rudiantara agar menghentikan proses RPP tersebut. Kita harus sangat hati-hati menetapkan kebijakan telekomunikasi ini karena dampaknya sangat luas dan merambah banyak aspek," katanya.

Di sisi lain, Wisnu juga mencatat tahun depan Kementerian Kominfo akan merevisi UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dengan masa transisi RPP 52 dan? RPP 53 diberi waktu dua tahun. Karenanya, akan terjadi irisan waktu yang menyebabkan pemborosan.

"Menurut kami, lebih baik konsen ke pembahasan RUU tersebut dengan DPR daripada buang-buang waktu membuat kegaduhan dalam RPP ini. Kecuali memang betul dugaan dari KASPI pekan lalu dalam pelaporan ke KPK bahwa ada pihak tertentu di balik proyek ini sehingga Menkominfo tampak begitu gigih," pungkasnya.

?

Sebelumnya, Kominfo membuka secara resmi draft Rancangan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.

Uji publik yang diharapkan sebagai upaya memberikan transparasi dan meredam gejolak, ternyata malah makin meningkatkan tensi tinggi? penolakan di media massa terhadap rancangan aturan itu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: