Pertumbuhan?smartphone?di Indonesia masih terbilang tinggi di tahun 2016 ini. Diperkirakan, tahun depan pertumbuhannya masih akan terus akan berlangsung. Hal ini memberikan dampak yang positif terhadap kinerja keuangan emiten sektor telekomunikasi.?
Hingga tahun 2017 mendatang kinerja sektor telekomunikasi di Indonesia dinilai masih akan tumbuh.
Leonardo Henry Gavaza, CFA Senior Research Manager PT Bahana Securities memperkirakan, hingga akhir tahun 2016 ini pertumbuhan emiten sektor telekomunikasi bisa mencapai double digit growth.?
?Tahun 2016 ini revenue growth industri telekomunikasi masih bagus. Tahun depan juga akan mengalami hal yang sama. Kemungkinan bisa double digit lagi sekitar 10,5 persen di tahun mendatang,?terang Leo, di Jakarta, Kamis (8/12/2016).
Diperkirakan tahun 2017 profitabilitas emiten sektor telekomunikasi nantinya akan tergantung dari harga layanan data yang akan dijual oleh operator. Dari informasi yang didapatkan Leo, management Indosat disebutkan, Indosat berencana menaikkan layanan tarif datanya. Indosat merasa saat ini harga layanan data yang berlaku terbilang murah.
Meski memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi, tak dipungkiri, emiten telekomunikasi juga memiliki tantangan yang sangat berat di tahun 2017 mendatang. Tantangan terberat yang bisa mempengaruhi kinerja emiten telekomunikasi adalah adanya revisi PP 52/53 tahun 2000 dan renana penetapan biaya interkoneksi yang akan dilakukan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Jika pemerintah menurunkan biaya interkoneksi sebesar Rp 204 permenit, Leo memperkirakan EBITDA dan ARPU perusahaan telekomunikasi akan mengalami penurunan yang cukup siginfikan. Ini disebabkan operator akan berlomba-lomba untuk menurunkan harga layanan voice. Jika biaya interkoneksi tidak mengalami penurunan maka pertumbuhan ARPU dan EBITDA margin emiten sektor telekomunikasi akan sama seperti yang saat ini terjadi. Tidak ada penurunan baik itu di ARPU maupun di EBITDA margin.
?Jika satu operator melakukan penurunan harga maka akan diikuti oleh operator lainnya. Biasanya yang akan memulai penurunan itu adalah Indosat dan XL. Pastinya Telkom akan melawan dengan melakukan hal yang sama. Itu yang membuat ARPU dan EBITDA margin semua operator akan mengalami penurunan,?papar Leo.
Sedangkan jika revisi PP 52/53 tahun 2000 diberlakukan, Leo memastikan kinerja keuangan Telkom akan tergangu. Ini disebabkan Telkom yang sudah melakukan investasi jauh lebih lama dan suffer cukup panjang, namun kini mereka diwajibkan untuk berbagi jaringan dengan operator lainnya. Padahal Telkom baru menikmati hasil jerih payahnya mereka melakukan investasi penggelaran jaringan.
?Jika Telkom tidak suffer beberapa waktu yang lalu maka tidak ada masyarakat yang akan menikmati layanan telekomunikasi di daerah terpencil dan terluar indonesia. Sementara kinerja keuangan XL dan Indosat akan akan terbantu jika Revisi PP 52/53 ini berjalan,?terang Leo.
Padahal di tahun 2017 mendatang, kata Dia, pemerintah masih mengandalkan deviden dan pajak dari perusahaan BUMN untuk menambal APBN. Leo mengatakan Menteri Keuangan akan menaikkan target deviden dari perusahaan BUMN. Salah satu perusahaan BUMN yang bisa menyumbang deviden dan pajak di tahun 2017 mendatang adalah Telkom.
Melihat peran strategis BUMN dalam mendukung pembangunan nasional, Haryajid Ramelan, Ketua Asosiasi Analis Efek Indonesia meminta agar pemerintah mau memproteksi seluruh perusahaan BUMN khususnya BUMN yang memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan nasional.
Lebih lanjut Haryajid mengatakan, perlindungan pemerintah terhadap perusahaan BUMN juga dilakukan oleh beberapa negara seperti negara Cina, Singapura dan Malaysia. ?Mereka melakukan proteksi kepada BUMN-nya agar perekonomian negaranya dapat tumbuh seperti yang diharapkan,?kata Haryajid.
Mengingat besarnya peren emiten telekomunikasi terhadap pembangunan nasional, Haryajid berharap pemerintah dapat meregulasi industri yang padat modal dan teknologi ini agar dapat memberikan nilai tambah lagi bagi perekonomian Indonesia.
?Saya mengharapkan pemerintah dapat segera melakukan revisi UU Telekomunikasi agar OTT dan perusahaan telekomunikasi di Indonesia dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap ekonomi Indonesia. Dengan adanya revisi UU Telekomunikasi ini juga mempermudah pemerintah memungut pajak dari OTT yang selama ini telah beroperasi di Indonesia,?papar Haryajid.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Rahmat Patutie
Tag Terkait:
Advertisement