Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah dan Kadin Bersinergi Percepat Tenaga Kerja Terampil

Pemerintah dan Kadin Bersinergi Percepat Tenaga Kerja Terampil Kredit Foto: Teti Purwanti
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah bersama-sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bersinergi dalam program pemagangan nasional yang dinilai akan mempercepat jumlah tenaga kerja terampil di Tanah Air.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengingatkan analisis lembaga global McKinsey yang menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi negara perekonomian terbesar ketujuh di dunia.

Namun, ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, hal tersebut dapat dilakukan asalkan RI juga dapat menciptakan sekitar 113 juta tenaga kerja terampil untuk mencapai hal tersebut.

Karena itu pula, Presiden Joko Widodo rencananya juga bakal meluncurkan Gerakan Pemagangan Nasional di Kawasan Industri Internasional Karawang (KIIC), Jawa Barat, Jumat (23/12), sebagai upaya mempercepat jumlah tenaga kerja terampil secara nasional.

Menaker mengingatkan bahwa Indonesia masih menghadapi tiga tantangan besar yaitu kemiskinan, ketimpangan sosial, dan pengangguran.

Meski ketiga hal tersebut menurut angka resmi statistik dari BPS mengalami penurunan, pada saat ini dinilai memerlukan sinergi antara pemerintah, dunia usaha dan elemen masyarakat sipil.

Hanif mengungkapkan bahwa faktor penyebab terbesar dari ketiga permasalahan itu adalah adalah terkait dengan kesenjangan keterampilan atau kompetensi.

Hal tersebut, lanjutnya, dinilai antara lain karena mayoritas tenaga kerja di Tanah Air masih didominasi oleh lulusan SMA ke bawah.

Untuk itu, ujar dia, dibutuhkan langkah kebijakan seperti penguatan akses pelatihan kerja termasuk di antaranya pemagangan.

Menaker juga menegaskan bahwa gerakan pemagangan nasional yang akan diluncurkan di Karawang itu akan berjalan secara terpadu, sistematis, terstruktur dan berbasis jabatan dan insentif yang jelas.

Kebijakan ini, menurut dia, juga jangan sampai disalahartikan seperti upaya pemagangan adalah perekrutan buruh untuk upah murah karena hal tersebut merupakan pernyataan yang keliru.

"Melalui sinergi yang kuat dan terus menerus, saya percaya percepatan peningkatan kompetensi bisa kita lakukan," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani menyatakan, gerakan pemagangan nasional merupakan tindak lanjut hasil "MoU" antara Kadin dan Kemenaker yang telah ditandatangani pada 24 April 2016 mengenai pendidikan vokasi, training, dan edukasi.

Ketum Kadin meyakini bahwa percepatan vokasi sangat vital untuk meningkatkan SDM dan produktivitas serta kemampuan yang berakibat kepada pertumbuhan perekonomian secara berkesinambungan.

Rosan juga menyebutkan, di KIIC kurang lebih ada sekitar 2.648 perusahaan yang sudah siap untuk menjadi tempat pemagangan terpadu, dan akan disebarkan ke daerah lainnya.

Komposisi Ketum Umum Kadin mengingatkan, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan pada tahun lalu, dari 122,38 juta angkatan kerja, sebesar hampir separuh komposisinya atau sebanyak 50,8 juta adalah lulusan SD ke bawah,vsementara lulusan SMP adalah 20,7 juta dan lulusan SMA sebanyak 19,8 juta.

Untuk itu, Rosan menyatakan, peluncuran program pemagangan ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan kemitraan antara Pemerintah Indonesia dan pelaku usaha untuk meningkatkan kapabilitas dan daya saing pekerja Indonesia agar dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan pasar tenaga kerja baik di dalam maupun luar negeri.

"Kami di Kadin Indonesia menyambut baik perhatian Pemerintah Indonesia dalam menciptakan tenaga kerja terampil di Indonesia," katanya.

Sementara data BPS (2015) menunjukan bahwa saat ada lebih dari tujuh juta angkatan kerja yang belum mempunyai pekerjaan.

Pada saat yang sama, dunia usaha mengalami kesulitan untuk merekrut tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dan siap pakai.

Semua pihak juga dinilai menyadari bahwa ada ketidaksesuaian antara kebutuhan dunia industri dengan ketersedian tenaga terampil di Indonesia.

Pendekatan selama ini terhadap pasar kerja di Indonesia lebih cenderung kepada pendekatan sisi penyediaan, yang diimbangi oleh masing-masing industri dengan melakukan pendidikan secara internal di setiap peruahaan.

Namun, menghadapi era kompetisi yang semakin ketat ini, setiap industri atau perusahaan dinilai membutuhkan kecepatan untuk merespon ketatnya persaingan usaha sehingga program penyediaan tenaga terampil melalui pelatihan keterampilan sebaiknya didasari pada kebutuhan tenaga kerja oleh dunia usaha.

Sebelumnya, Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I) menyatakan adanya keperluan mendesak untuk membenahi sumber daya pendidikan yang ada di Republik Indonesia karena harus selaras dengan kebutuhan industri nasional.

"Lemahnya kompetensi tenaga kerja Indonesia merupakan persoalan serius yang mendesak dan perlu dibenahi. Salah satu solusinya adalah melalui akselerasi penerapan sertifikasi ketenagakerjaan," kata pendiri LP3I Syahrial Yusuf dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (17/10).

Menurut Syahrial, sertifikasi dan uji kompetensi ini dapat menjadikan pekerja lebih fokus dan memiliki bukti keahlian tertentu, terutama dalam era global seperti sekarang ini.

Syahrial meminta pemerintah untuk serius membenahi kondisi tenaga kerja Indonesia, dan jangan sampai negeri ini menghasilkan banyak produksi pengangguran terdidik.

"Kami khawatir bahwa kampus hanya akan memproduksi pengangguran intelektual. Untuk menuntaskan masalah ini, kami menerapkan sistem pendidikan yang nantinya bisa langsung diterapkan oleh mahasiswa jika sudah tamat," katanya.

Syahrial cukup kaget bila peringkat daya saing global Indonesia pada tahun 2016 anjlok empat level menjadi peringkat 41 ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai peringkat ke-37 dan ironisnya lagi skornya sebesar 4.52 pun masih tak beranjak.

TKI Sedangkan terkait dengan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri, juga didorong berbagai pihak untuk diisi oleh tenaga-tenaga kerja terampil.

Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan, pemerintah daerah perlu didorong untuk mengirimkan TKI formal dibandingkan dengan informal.

"Kami ingin mendorong pemda dalam mengirimkan tenaga kerja sektor formal, bukan lagi informal," kata Dede Yusuf.

Menurut dia, bedanya TKI formal dan informal adalah mereka yang formal dinilai lebih berpendidikan, bersertifikasi, serta memiliki kontrak yang jelas.

Politisi Partai Demokrat itu mengingatkan bahwa sebagian besar TKI yang bekerja di luar negeri bergerak di sektor informal, sehingga TKI tidak memiliki posisi tawar-menawar yang kuat dalam menentukan kontrak kerja.

Karena itu, ujar dia, penting untuk membenahi permasalahan yang dialami sebelum tenaga kerja Indonesia (TKI) sebelum mereka diberangkatkan ke negara tujuan.

Dede Yusuf menyebutkan, masalah utama TKI bukan di luar negeri, tetapi dari dalam negeri pada saat prakeberangkatan, yang terlihat dari banyaknya TKI non prosedural, tidak diberikan skill pengetahuan dan pemahaman sehingga kekurangan tersebut dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu di negara tempat mereka bekerja.

Untuk itu, ujar dia, melalui revisi UU tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) yang saat ini sedang dibahasm peran pemda akan ditingkatkan.

Hal tersebut, lanjutnya, terutama terutama dalam memberikan pembekalan bahasa dan keterampilan atau sertifikasi bagi calon TKI sebelum keberangkatan.

"Revisi PPTKILN akan menitikberatkan 50 persen tugas dan tanggung jawab itu di Pemda. Informasi mengenai pekerja diluar negeri akan tersalurkan langsung sampai di tingkat kecamatan bahkan tingkat desa," katanya.

Dengan demikian, diharapkan ke depannya dinas tenaga kerja akan berfungsi sebagai penyaring siapa penduduk warga yang boleh berangkat keluar, termasuk pelayanan terpadu satu pintu sehingga tidak ada lagi tekong atau calo.

Sementara Anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka mengingatkan pentingnya integrasi terkait kebijakan antarlembaga pemerintahan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang kerap menimpa TKI.

"Integrasi antara Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Ketenagakerjaan yang kami butuhkan," kata Rieke Diah Pitaloka.

Komisi VI, lanjutnya, sedang mendorong bagaimana peta jalan industri dan perdagangan itu ada kaitannya dengan peta jalan ketenagakerjaan sehingga menyingkirkan pula egosektoral.

Dengan adanya pemahaman yang terpadu, maka penciptaan tenaga kerja terampil, baik di dalam maupun luar negeri, juga akan terwujud sebagai fondasi menuju Indonesia yang maju. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: