Skema penyelamatan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera yang memiliki 6,7 juta nasabah terus bergulir. Apalagi, setelah skema restrukturisasi melalui penerbitan saham baru (rights issue) PT Evergreen Invesco Tbk tertunda. Alhasil, kini muncul skema baru untuk menyelamatkan perusahaan asuransi tersebut.
Hingga akhir tahun ini, izin right issue dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum diperoleh karena masih ada persyaratan administrasi yang belum dipenuhi Evergreen. Selain itu, kondisi bursa saham di pengujung tahun ini kurang kondusif.
Adapun nilai rights issue Evergreen berubah dari semula Rp 30 triliun menjadi cuma Rp10,33 triliun. Pemangkasan drastis nilai aksi korporasi itu lantaran tidak ada kebutuhan dana jangka pendek yang mendesak.
"Memang laporan yang kami terima Evergreen belum bisa right issue karena beberapa ketentuan admistrasi di pasar modal. Tapi mereka akan mengganti itu bukan dari right issue tapi pinjaman pemegang saham kepada Evergreen lalu Evergreen kasih uang ke Bumiputera jadi nothing to lose dengan pasar modal," ujar Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Dumoly F Pardede kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Selasa (27/12/2016).
Menurutnya, opsi penerbitan obligasi bisa dilakukan Evergreen apabila right issue tidak juga dapat terealisasikan. "Kalau pasar modal tidak bisa lakukan pernyataan efektif mereka bisa terbitkan obligasi ataupun yang lain. OJK hanya mau ada dana masuk, ada jaminan pembayaran klaim di kemudian hari. Nah itu sudah berjalan perjanjian kerjasamanya," jelas Dumoly.
Sebagaimana diketahui, AJB Bumiputera mengalami pertumbuhan negatif klaim sejak lima tahun terakhir. Artinya pertumbuhan klaim terhadap pertumbuhan premi sudah negatif dimana pertumbuhan klaim lebih cepat sementara pertumbuhan premi tidak bisa mengejarnya.
OJK sudah memantau itu sejak tahun 2013, makanya untuk menyelematkan AJB Bumiputera, regulator memutuskan untuk merestrukturisasi AJB Bumiputera guna memperkuat solvabilitasnya dengan cara menyuntikkan dana, sehingga ada keseimbangan dana likuid terhadap liabilitas (kewajiban)-nya.
Namun, karena Bentuk AJB Bumiputera adalah perusahaan asuransi bersama bukan perusahaan terbuka membuat OJK cukup sulit dan rumit memberikan skema modal/ dana kepada AJB Bumiputera.
"Kita tahu AJB Bumiputera itu asuransi bersama tidak mungkin punya akses permodalan kalau diminta OJK karena semua pemegang polis juga pemilik modal. Jadi cara satu-satunya adalah mencari investor melalui create entitas baru sebagai anaknya Bumiputera," papar Dumoly.
Lebih jauh Dumoly menjelaskan, saat ini pihaknya bersama pengelola statuter telah membentuk anak perusahaan benama PT Holding Bumiputera Investama untuk mencari investor potensial dan menjual aset-aset AJB Bumiputera yang prospektif.
"Sekarang sudah kita tawarkan ini, yaitu properti yang ada di Depok, Sudirman, di beberapa kantor cabang yang prospektif dalam bentuk skema bumiputera investama yang berkisar sampai hampir Rp6 triliun. Lalu bagaimana kita jualnya apakah kita cari pebisnis secara langsung atau terbuka," imbuh Dumoly.
OJK, lanjut Dumoly menginginkan skema penawaran itu dilakukan secara terbuka. Pasalnya kalau terbuka prosesnya bisa transparan sehingga dapat menghindari nepotisme kolusi antara bumiputera dengan para pihak-pihak yang berpengaruh maupun OJK sendiri.
"Sehingga kita tawarkan melalui pasar modal, tp apakah bs IPO? Nggak bisa karena usianya (anak usaha Bumiputera) belum tiga tahun. Jadi yang bisa kita lakukan melalui back door listing. Back door listing kita lakukan dan yang benar-benar mau masuk dan mau menawarkan itu dari Evergreen," ungkap Dumoly.
Domuly menambahkan, "dari properti yang ada itu kami dapat laporan mereka akan dapat dana tunai kemudian mendapat notes perjanjian utang, itung-itungannya sudah ada dan bisa menutupi semua klaim."
Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, aset finansial perusahaan asuransi tertua di Indonesia tersebut cuma Rp 5,5 triliun dan properti Rp 2,5 triliun. Alhasil, ada selisih besar antara aset dan kewajiban (liabilitas) AJB Bumiputera yang per Juli lalu mencapai Rp 20 triliunan.
Sementara, klaim AJB Bumiputera diramalkan mencapai Rp 6 triliun tahun ini. Pada 2017, nilai klaim diperkirakan hampir Rp 7 triliun, lalu di atas Rp 7 triliun pada 2018. Pembengkakan klaim terus berlanjut menembus Rp 8 triliun pada 2019 dan terus menanjak di tahun-tahun selanjutnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement