Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Calo Gas Menjamur, Luhut: Harus Kita Basmi

Calo Gas Menjamur, Luhut: Harus Kita Basmi Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta. | Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Salah satu penyebab utama harga gas bumi khususnya ke industri mahal karena membeli dari trader gas tidak memiliki infrastruktur gas alias calo gas. Kondisi ini makin diperberat dengan makin menjamurnya calo gas di Indonesia. Apa langkah pemerintah?

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan menegaskan, bahwa saat ini pemerintah terus berkomitmen untuk memberantas keberadaan calo-calo gas yang menguasasi atau ternyata memiliki alokasi gas dari pemerintah.

"Kita bertahap itu mau habisin (calo gas). Ya nggak bisa dong, masak dia punya (alokasi) gas, tapi tidak punya pipa. Nggak punya pipa tapi punya (alokasi) gas, nggak begitu. Kita mau basmi," tegas Luhut, di Jakarta, Kamis (29/12/2016).

Luhut mencontohkan, salah satu ulah dari calo gas ini yang membuat industri di Medan, Sumatera Utara harus membayar gas bumi lebih mahal daripada yang seharusnya.?

Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Di Medan, ada sekitar 45 industri besar yang membeli gas bumi sebesar US$ 12,22 per MMBTU. Berikut rincian harga gas di Industri khususnya di Medan:

Pertama, pasokan gas ke industri di Medan terbagi atas dua sumber yakni dari LNG dari Kilang LNG Bontang, Kalimantan Timur dan Sumut pipa gas dari Pertamina EP di Sumatera.

Untuk sumber pertama dari LNG Bontang, LNG tersebut merupakan alokasi gas yang ditetapkan Kementerian ESDM dan SKK Migas untuk industri di Medan. Harganya US$ 7,8 per MMBTU. Hampir 63% komposisi harga gas ke industri di Medan berasal dari harga gas di hulu. Artinya harga gas bumi ke industri sejak awal sudah mahal.

Selain itu, LNG dari Bontang tersebut kemudian di regasifikasi di Terminal Regasifikasi Arun, Lhokseumawe, Aceh. Biaya proses regasifikasi atau menjadikan gas alam cair jadi gas bumi dikenakan US$ 1,5 per MMBTU. Lalu ditambah dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yakni US$ 0,15 per MMBTU, jadi total US$ 1,65 per MMBTU.

Lanjut luhut, gas bumi dari Terminal Regasifikasi Arun diangkut melalui pipa trasmisi Arun-Belawan milik PT Pertamina Gas (Pertagas) sepanjang 350 km. Pertagas mengenakan biaya angkut gas sebesar US$ 2,53 per MMBTU dan ditambah PPN sebesar US$ 0,25 per MMBTU, sehingga total US$ 2,78 per MMBTU.

"Setelah dari Pertagas, gas bumi tersebut harus melalui 'keran' perusahaan trader gas. Masalahnya perusahaan ini tidak memiliki fasilitas pipa sama sekali. Trader gas tak bermodal fasilitas ini memungut biaya margin sebesar US$ 0,3 per MMBTU." ujarnya.

Lalu, trader gas tak bermodal ini mengenakan lagi biaya yang namanya Gross Heating Value (GHV) Losses sebesar US$ 0,33 per MMBTU.

Tak cukup sampai disitu, trader gas tak bermodal ini juga mengenakan Own Used & Boil Off Gas (BOG) sebesar US$ 0,65 per MMBTU serta Cost of Money sebesar US$ 0,27 per MMBTU. Total, trader tak bermodal tersebut memungut US$ 1,55 per MMBTU.

Lalu, sumber gas dari produksi Pertamina EP dikenakan US$ 8,24 per MMBTU, kemudian diangkut melalui pipa transmisi gas bumi Pangkalan Susu-Wampu yang dikelola Pertagas dengan biaya US$ 0,92 per MMBTU termasuk pajak.

"Seperti kata Presiden, itu pemain middle-middle, trader-trader dikurangi itu yang tidak diperlukan, supaya harga gas bisa turun. Masak di Medan itu harga gas hampir $14? Gak benar itu," ungkapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Vicky Fadil
Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: