Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta meminta pengelola perhotelan di daerah itu agar menghindari perang tarif menghadapi musim sepi pengunjung pada awal tahun.
"Jangan sampai bersaing tidak sehat dengan memasang harga melampaui batas bawah yang telah ditenukan," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Istijab M Danunagoro di Yogyakarta, Jumat (13/1/2017).
Menurut Istijab, saat ini okupansi atau tingkat hunian kamar hotel berbintang kembali memasuki masa sepi (low season) dengan rata-rata mencapai 60 persen dan 30-40 persen untuk nonbintang. Persentase itu merosot tajam dari masa liburan Natal dan Tahun baru lalu yang mampu menyentuh 100 persen.
Selain karena masa liburan telah usai, merosotnya okupansi hotel juga disebabkan masih sepinya kegiatan pertemuan, insentif, konferensi, dan pameran (MICE) dari instansi kementerian atau pemerintah daerah. "Setiap awal tahun okupansi memang cenderung turun," kata dia.
Kondisi itu, menurut Istijab, dapat memicu munculnya persaingan hotel dengan cara yang tidak sehat. Antara lain dengan melakukan perang tarif atau penurunan tarif di bawah batas bawah tarif yang disepakati.
Apalagi, masih ditambah pula dengan jumlah kamar hotel di Yogyakarta yang sudah over supply. Pada 2015 PHRI DIY mencatat sebanyak 57 hotel bintang berdiri di Yogyakarta, sedangkan hotel nonbintang ada 1.010 hotel. Dari jumlah hotel itu, sebanyak 8.500 kamar hotel berbintang dan 13 ribu kamar hotel nonbintang atau melati. "Belum lagi kami harus berbagi 'kue pengunjung'," kata dia.
Sesuai kesepakatan anggota PHRI DIY, hotel bintang lima dibatasi dengan tarif paling rendah Rp500 ribu, bintang empat Rp400 ribu, bintang tiga Rp300 ribu, bintang dua Rp250 ribu, dan bintang satu Rp200 ribu.
Dalam praktik di lapangan, menurut Istijab, PHRI sebagai organisasi wadah pengelola hotel tidak dapat mengontrol secara terus menerus, melainkan hanya memiliki kewenangan memberikan imbauan hotel agar mematuhi tarif batas bawah.
Kendati demikian, untuk mendongkrak okupansi itu, menurut dia, PHRI DIY bersama Dinas Pariwisata DIY dan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) DIY juga sedang menyiapkan "Paket Heboh" atau paket perjalanan wisata murah bagi wisatawanyang datang ke daerah ini.
Paket wisata itu diharapkan mampu menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara karena paket itu juga akan menggandeng beberapa destinasi wisata alternatif seperti yang ada di Gunung Kidul dan Kulon Progo. "Rencananya kami luncurkan mulai Februari 2017," kata dia. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement