Makanan tradisional dari tanah Sunda bernama cireng memang memiliki rasa yang mampu memanjakan lidah. Tidak hanya rasa yang menjadi keunggulan makanan tersebut, tetapi harga murah dan beragam varian rasa menjadikan cireng semakin naik daun. Maka wajar, jika makanan tersebut begitu digemari oleh berbagai kalangan.
Bisnis cireng pun menjadi pilihan bagi mantan karyawan Astra Daihatsu dan Pertamina, Najib Wahab Mauluddin. Berawal dari sebuah bisnis sampingan yang dikerjakan bersama sang istri Fina Quarterina, Najib menjalankan usaha Cireng Salju di tahun 2011.
Selain istri yang membantu berjualan cireng, Najib turut menjalankan bisnis cireng bersama seorang sahabat, yaitu Catur Gunandi. Seiring dengan banyaknya repeat order, Najib pun merekrut dua orang karyawan untuk memenuhi pesanan 500 bungkus per hari. Cireng yang diproduksi Najib bisa diterima pasar, meski saat itu pasar Cireng Salju baru sekitar rekan kerja, tetangga, dan pasar modern yang berlokasi tak jauh dari tempat tinggalnya.
Banyaknya permintaan membuat pengusaha kelahiran 27 Desember 1983 tersebut harus menekuni usaha dengan lebih serius. Merasa jenuh dengan statusnya sebagai karyawan serta harapan yang besar untuk memiliki waktu luang bersama keluarga, jadi faktor utama bagi Najib untuk memilih fokus menjalankan bisnis tersebut dan resign dari pekerjaan.
Dengan modal awal Rp500 ribu, bisnis Cireng Salju ternyata mampu menghasilkan keuntungan yang cukup besar. Hingga di tahun 2013, Najib pun kembali membuka kerja sama dengan sahabatnya Dimas Aritejo untuk mengelola usaha bersama. Hal tersebut dimaksudkan Najib sebagai upaya dalam melakukan gebrakan penjualan.
Tugas dan tanggung jawab pun akan lebih ringan karena dibagi dengan sahabat-sahabatnya, yaitu Najib dalam urusan produksi dan operasional, Catur Gunandi mengurusi keuangan dan sumber daya manusia (SDM), lalu Dimas Aritejo membidangi pemasaran dan branding.
Najib menjuluki kerja sama ketiga orang tersebut sebagai superteam. Membentuk superteam merupakan pola yang dipilih untuk mengembangkan bisnis Cireng Salju agar lebih luas. Bersama kedua sahabatnya, Najib mengatur bisnis dengan sangat rapi.
Memanfaatkan masyarakat yang berada di wilayah Jawa Barat dengan berbagai latar belakang yang kemudian dididik oleh superteam, adalah cara awal yang dilakukan untuk merekrut distributor. Pola mendidik yang dilakukan superteam adalah dengan mengarahkan para distributor untuk merekrut agen-agen yang diharapkan mampu menjadi reseller untuk menjual cireng ke customer. Sistem yang digunakan dalam bisnis tersebut pun sangat memprioritaskan kesolidan dan stabilisasi usaha sehingga tidak ada perilaku curang atau saling rebut pasar dalam berjualan.
Najib tidak tertarik untuk menjual produknya ke swalayan atau supermarket. Sistem yang tidak cepat dan berisiko dianggap tidak menguntungkan bagi pebisnis yang memiliki dua anak tersebut. Tanpa adanya bahan pengawet dalam produk membuat Cireng Salju hanya mampu bertahan dalam hitungan hari, yaitu empat sampai lima hari. Oleh sebab itu, Najib memilih untuk menjual produk melalui distributor.
Meski sudah memiliki bisnis cukup besar dengan dua pabrik di wilayah Tangerang Selatan, Najib mengaku akan menambah kembali pabrik produksi. Bisnis makanan tradisional tersebut pun telah menjadi sebuah perseroan terbatas yang bernama PT Bonju Indonesia Mas dengan 80 karyawan tetap. Jumlah karyawan akan selalu bertambah seiring peningkatan permintaan.
Ketika bisnis Cireng Salju dapat dikelola secara profesional, maskot dan kemasan pun turut mengalami perubahan menjadi lebih menarik dan filosofis. Adapun, filosofi dari nama "Bonju" yaitu berasal dari singkatan boneka salju. Najib memilih nama salju karena bisnisnya seperti bola salju yang terus bergulir semakin lama semakin besar.
Cireng Salju juga memiliki maskot yang bernama "Mang Bonju". Mang adalah panggilan khas dari tanah sunda, sedangkan Bonju yang berarti boneka salju tersebut pun menjadi maskot Cireng Salju yang mampu menarik perhatian masyarakat jika digabungkan. Selain itu, nama Mang Bonju juga menjadi simbol semangat keceriaan, persahabatan, dan keinginan kuat untuk tumbuh dan besar serta memberikan manfaat kepada semua stakeholder.
Hingga saat ini omzet Cireng Salju telah menembus angka Rp1 hingga Rp1,5 miliar per bulan. Hasil yang melimpah pun tidak serta-merta dinikmati Najib bersama tim dengan cuma-cuma. Kewajiban untuk berzakat dan bersedekah dengan menyisihkan 10% dari omzet adalah hal yang tidak lupa ia lakukan. Najib meyakini bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama. Zakat yang berarti subur dan tumbuh juga diyakininya sebagai penyubur harta dan pembuka jalan rezeki.
Sebenarnya Cireng Salju tidak jauh berbeda dengan cireng pada umumnya, namun ada sedikit perbedaan dalam hal kualitas. Tekstur cireng pada umumnya akan mengeras ketika sudah dingin, tetapi Cireng Salju memiliki tekstur yang akan tetap empuk dalam berbagai kondisi. Di samping tekstur yang lembut tersebut, saus cireng dibuat lebih kuat dari segi rasa.
Selain itu, Najib juga selalu mengedepankan kesehatan dan higienitas produk. Cireng Salju diproduksi tanpa menggunakan bahan pengawet. Dengan harga Rp22 ribu per bungkus, makanan tradisional yang sehat dan lezat pun sudah bisa dinikmati masyarakat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement