Pemanfaatan potensi dana wakaf agar dapat dikembangkan melalui proyek produktif untuk memperkuat keuangan syariah dan perekonomian nasional dinilai masih terganjal aturan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
"Mengoptimalkan potensi wakaf dan menjadikannya produktif perlu dana. Ini yang kami harapkan bisa dijembatani perbankan syariah. Tetapi sekarang masih terganjal UU, sehingga menuntut kreativitas dari lembaga keuangan syariah," kata Direktur Penelitian, Pengembangan, Pengaturan, dan Perizinan Perbankan Syariah OJK Deden Firman Hendarsyah dalam diskusi bertema "Melirik Wakaf sebagai Instrumen Potensial Ekonomi Syariah" di aula Dewan Pers, Jakarta, Senin malam (20/2/017).
Dia mengatakan regulasi yang ada saat ini hanya memungkinkan lembaga keuangan syariah berperan sebagai perantara dana wakaf. Pengadministrasian, pengelolaan, dan pengembangan wakaf merupakan tugas dari nazhir atau pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif.
UU 41/2004 tersebut mengatur bahwa pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya adalah nazhir, sedangkan bank syariah tidak termasuk sebagai nazhir.
Padahal, kata Deden, ada keunggulan yang dapat diperoleh apabila bank syariah menjadi nazhir, yaitu keunggulan akses kepada wakif, kemampuan menginvestasikan harta benda wakaf secara tepat, keunggulan administratif dalam pengelolaann dana, dan kredibilitas di masyarakat.
"Kalau UU memungkinkan, potensi wakaf ini bisa dengan cepat dilakukan perbankan syariah," kata dia.
Staf Ahli Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus mewakili Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), Pungky Sumadi, memandang persoalan lain yang menyebabkan pemanfaatan wakaf kurang optimal adalah sosialisasi yang rendah dan kemampuan pengelolaan yang buruk.
"Pemerintah belum mampu mengisi badan wakaf sebagai nazhir dengan orang-orang yang harusnya bisa membuat pengelolaan menjadi lebih baik. Tanah wakaf akan menjadi beban bagi yang mengelola karena tidak punya kemampuan sehingga tidak berkembang," ucap dia.
Pungky mengatakan KNKS apabila telah beroperasi akan mengembangkan wakaf sebagai bagian salah satu komponen dari keuangan syariah. "Pertama, tata kelola akan dibereskan terutama pengembangan organisasi Badan Wakaf Indonesia. Kemudian akan dipikirkan juga masalah sosialisasi, kelembagaan, dan pendataan," ucap dia.
Direktur Utama PT Bank BNI Syariah Imam Teguh Saptono optimistis potensi wakaf apabila bisa dikembangkan, akan mampu menjadi penopang perekonomian. Potensi jumlah tanah wakaf di Indonesia mencapai 4,2 miliar meter persegi atau sekitar 420.000 hektare dengan nilai sekitar Rp377 triliun.
Berdasarkan perhitungan Badan Wakaf Indonesia, potensi dana wakaf di Indonesia mencapai Rp120 triliun per tahun dengan asumsi bahwa 100 juta warga mewakafkan Rp100 ribu per bulan. "Beberapa potensi wakaf tidak punya efek berganda yang 'sustain', sehingga fungsi wakaf menjadi terbalik karena tidak memberikan manfaat dan kurang produktif," ucap Imam.
Dia mengatakan apabila ingin mengoptimalkan potensi wakaf di Indonesia, diperlukan komitmen dari institusi-institusi terkait. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement