Sejak tahun 2014, Indonesia menerima devisa dari ekspor tumbuhan dan satwa liar sekitar 5 triliun rupiah per tahun.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan Bambang Dahono mengatakan negara menargetkan penerimaan devisa sebesar Rp 25 triliun atas ekspor tumbuhan dan satwa liar seanjang tahun 2014 hingga 2019.
"Jadi setiap 5 tahun devisa terserap 5 triliun, dan itu sudah dapat tercapai,? katanya kepada wartawan di Bandung, Senin (27/2/2017)
Bambang menjelaskan tumbuhan dan satwa liar yang diekspor adalah yang bukan termasuk satwa terancam punah dan merupakan tanaman dan hewan penangkaran bukan yang didapat langsung dari alam. Menurutnya,? dalam konservasi ada tiga hal yang wajib dilakukan yakni perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari.
Menurutnya, pemanfaatan ini tentunya akan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat namun dengan syarat-syarat yang sangat ketat dan mendapatkan sertifikasi dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Selama ini produk yang dieskpor itu antara lain hasil dari tanaman Gaharu, kulit buaya, coral, tokek, ikan Arwana dan lain-lain. Sementara negara tujuan yang paling banyak berminat antara lain China, Timur Tengah dan sebagian Eropa.
Ia mengatakan potensi sumber daya alam Indonesia yang sangat besar harus dapat memberikan manfaat besar pula bagi masyarakat dan negara, namun tetap terkendali dan tidak merusak alam. Salah satunya dengan memberikan ijin penangkaran pada tanaman dan satwa liar sejak tahun 1990. Sebelumnya penangkaran ini hanya dapat dilakukan oleh lembaga konservasi saja, namun saat ini semua masyarakat dapat melakukannya.
?Kami juga udah membangun sanctuary untuk spesies terancam, ada 50 titik, dan ini akan diperbanyak,? pungkasnya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Sucipto
Advertisement