Badan Restorasi Gambut menyelesaikan peta "Light Detection Ranging" (LiDAR) untuk lima Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dengan total luas 718.000 hektare yang akan digunakan sebagai acuan perencanaan teknis restorasi secara detail di kabupaten prioritas.
"Pengerjaan (peta LiDAR) untuk lima KHG ini dilakukan selama enam bulan. Ada 23 peta KHG dengan LiDAR yang harus dibuat hingga masa tugas BRG berakhir," kata Deputi Perencanaan dan Kerja Sama Badan Restorasi Gambut (BRG) Budi S Wardhana di Jakarta, Senin (6/3/2017).
Menurut dia, KHG yang dipetakan adalah area yang sudah pernah terbakar dan berpotensi terbakar lagi pada tahun berikutnya karena kondisinya yang mudah kering. Lima KHG yang sudah selesai dipetakan tersebut yakni KHG Pulau Padang dan KHG Tebing Tinggi di Riau, KGH Sungai Cawang-Sungai Air Lalang dan KHG Air Sugihan-Sungai Saleh (Sumatera Selatan), serta KHG Sungai Sebangau-Sungai Kahayan (Kalimantan Tengah).
Setiap KHG memiliki peta Foto Udara, "Digital Elevation Model" (DEM) dan peta tutupan lahan yang menggambarkan kerapatan vegetasi. DEM yang memperlihatkan ketinggian karena adanya tanaman perlu menggunakan filter lagi untuk melihat "terrain", sehingga perlu analisis lagi untuk peta menjadi "Digital Terrain Model" (DTM).
Sedangkan peta tutupan lahan menggambarkan kerapatan lahan yang akan direstorasi. "Jika terbuka apakah tutupannya jarang atau rapat, kalau jarang maka perlu pengayaan (enrichment planting), kalau rapat perlu penjagaan untuk permudahan alami, dan yang terbuka atau kosong artinya perlu revegetasi total," ujar Budi.
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan, ia mengatakan mencari vegetasi spesies lokal dan disesuaikan dengan lokasinya. Jika kawasan tersebut berfungsi lindung maka spesies lokal yang harus disiapkan, tapi jika arealnya konservasi maka harus anakan dari alam.
Sebelumnya Kepala BRG Nazir Foead mengatakan lama pengerjaan peta LiDAR dengan skala 1:1.000, 1:2.500 hingga 1:10.000 sangat tergantung dengan luasan KHG dan cuaca. Akuisisi data topografi bisa berjalan selama dua bulan namun bisa menjadi hanya satu bulan ketika cuaca cerah.
Selanjutnya dibutuhkan waktu hingga dua bulan untuk menganalisis data yang diperoleh hingga menjadi peta yang dikehendaki.
Kondisi KHG Menurut Budi, dari lima KHG yang sudah dipetakan kondisi status lahannya sangat beragam. Contoh di KHG Sungai Sebangau-Sungai Kahayan di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, terdapat konsesi berizin Hak Guna Usaha (HGU) berupa perkebunan sawit, ada lahan masyarakat.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa sebagian lainnya merupakan kawasan berfungsi lindung dilihat dari ketebalan gambutnya. Namun ternyata kawasan tersebut sudah berkanal-kanal sangat masif.
Menurut Budi, kondisi serupa terjadi di empat KHG lainnya. Contoh PT National Sagu Plantation yang juga menanam di area konsesi sagu. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement