Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, Jawa Barat, bersama Hiswana-Migas meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan elpiji bersubsidi 3 kg agar lebih tepat sasaran.
"Salah satu penyebab kelangkaan elpiji 3 kg, karena adanya penggunaan yang tidak tepat sasaran, seperti restoran dan rumah makan," kata Kepala Disperindag Kota Bogor, Achsin Prasetyo di Bogor, Sabtu (11/3/2017).
Achsin menyebutkan, pihaknya mendapatkan laporan dari masyarakat terkait sulitnya mendapatkan elpiji 3 kg di tingkat pangkalan dan pengecer. Untuk memastikan penyebabnya, dilakukan sidak oleh tim Disperindag bersama Hiswana Migas.
Ia mengatakan, sidak menyasar restoran dan rumah makan yang ada di wilayah Jl Pandu Raya, Kecamatan Bogor Utara. Tim menyusuri sejumlah restoran yang diduga menggunakan gas elpiji 3 kg.
Dari hasil di delapan restoran dan rumah makin, petugas mendapati pemilik atau pengelola menggunakan gas elpiji bersubsidi. Petugas lantas melakukan penyitaan, dan pengelola wajib menukar gas elpiji tersebut dengan gas non sunsidi.
"Kami lakukan penarikan, dan ditukar dengan gas elpiji non subsidi 5 kg. Pengelola wajib menukar, tiga tabung elpiji dengan satu tabung gas 5 kg, kalau cuma ada dua, maka sisa biaya dibayarkan oleh pemilik," katanya.
Ketua Hiswana Migas wilayah I Bogor, Bahriun menyebutkan, terjadi peningkatan penggunaan gas elpiji 3 kg di wilayah Kota Bogor. Peningkatan penggunaan tersebut membuat pasokan gas bersubsidi menjadi cepat habis.
Menurutnya, meningkatnya jumlah penggunaan juga berkaitan dengan cuaca, serta musim hajatan. Selain itu penggunaan yang tidak tepat sasaran juga ikut mempengaruhi pasokan.
"Cuaca hujan seperti ini juga berpengaruh pada tabung gas, karena dingin jadi gas di dalam tahung jadi beku, dikira sudah habis," katanya.
Bahriun menyebutkan, agar tabung gas tidak dingin, warga dapat menjemur tabung gas di sinar matahari selama lima menitan, agar suhu di dalam tabung kembali normal dan gas mengalir lancar.
Ia mengatakan, pengawasan penggunaan gas elpiji tidak tepat sasaran akan dilakukan secara lebih intens. Pengguna gas elpiji yang tidak tepat sasaran seperti restoran dan rumah makan akan dikenai sanksi selain penarikan, juga terancam menutup izin usahanya.
"Kami juga mengawasi pangkalan yang menyalurkan elpiji bersubsidi ke pada restoran. Jika kedapatan akan dikenai sanksi, penyetopan pasokan," katanya.
Bahriun menambahkan, dalam aturannya, pangkalan harus menyalurkan 50 persen pasokannya kepada masyarakat di lingkungan sekitar, dan 50 persen lainnya baru diperjualkan ke pengecer.
"Pangkalan itu harus memprioritaskan warga sekitarnya, baru sisanya dijual ke pedagang. Jika ada pangkalan yang nakal bisa dapat dilaporkan ke Hiswana Migas," katanya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement