Bahana Prediksi BI Tahan BI 7-Day Repo Rate Meski Suku Bunga AS Naik
Bank Sentral AS dalam rapat the Federal Open Market Committee (FOMC), Kamis (16/3/2017), telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya/Fed Fund Rate sebesar 25 basis poin menjadi 0,75 - 1,0 Persen.
Kenaikan FFR ini sejalan dengan perkembangan inflasi yang sudah memperlihatkan pergerakan mendekati proyeksi the Fed sebesar 2,5% dan data tenaga kerja US sudah memperlihatkan perbaikan.
Kenaikan ini pastinya berdampak terhadap semua pasar termasuk Indonesia, yang juga mengadakan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia mulai kemarin dan hari ini akan memutuskan besaran suku bunga acuan atau yang disebut BI 7-day repo rate.
Menurut Bahana Sekuritas, bank sentral belum perlu merespons kenaikan suku bunga the fed dengan serta merta menaikkan suku bunga acuan di dalam negeri. Pasalnya, inflasi di dalam negeri diperkirakan masih akan berada dalam target Bank Indonesia antara 3%-5% untuk sepanjang tahun ini, meski pemerintah masih melanjutkan rencana kenaikan tarif listrik.
"Kenaikan suku bunga the fed kali ini tidak akan terlalu membahayakan pasar dan perekonomian negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Arus modal ke pasar obligasi diperkirakan masih akan mengalir seiring dengan ekspektasi adanya kemungkinan S&P menaikkan rating Indonesia dalam waktu dekat,'' kata Ekonom Bahana Fakhrul Fulvian.
Menurutnya, fundamental Indonesia yang masih memperlihatkan pemulihan yang tercermin pada stabilnya nilai tukar, perbaikan neraca perdagangan dan perekonomian yang diperkirakan belum akan tumbuh signifikan pada kuartal pertama ini, akan menjadi pertimbangan utama bank sentral dalam mempertahankan suku bunga tetap sebesar 4,75% pada bulan ini.
"Apalagi hingga akhir tahun lalu kredit perbankan masih tumbuh 7,9% secara tahunan. Tahun ini perbankan menargetkan kredit akan tumbuh sekitar 10%-12%," ungkapnya.
Untuk mendorong perbankan lebih agresif menyalurkan kredit, sebenarnya BI sudah bisa mengeluarkan aturan yang lebih detail terkait rencana pembayaran GWM secara rata-rata atau secara teknikal disebut averaging GWM, sehingga bank lebih fleksibel dalam mengatur likuiditasnya.
"Dengan lebih aktifnya perbankan dalam menyalurkan kredit, tentunya akan menjadi pendorong bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menurut BI masih bisa bertumbuh antara 5%-5,4% untuk sepanjang tahun ini. Estimasi ini sesuai dengan perkiraan Bahana yang sebelumnya sudah memperkirakan ekonomi akan tumbuh sebesar 5,4% pada 2017," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Dewi Ispurwanti
Advertisement