Pemimpin baru Hong Kong Carrie Lam berjanji menyelesaikan perpecahan politik di kota tersebut setelah memenangi pemilihan umum pada Minggu lalu, yang disebut sebagai tipuan oleh para aktivis demokrasi yang takut kehilangan kebebasan.
Lam, 59 tahun, mengatakan dalam pidatonya kepada pers setelah memenangi pemilihan bahwa dia siap memulai babak baru dalam perjalanan bersama. Ia berjanji akan 'menyembuhkan' perpecahan di wilayahnya.
"Kerja menyatukan masyarakat kita menuju ke depan dimulai sekarang," katanya seperti dikutip kantor berita Xinhua di Jakarta, Selasa (28/3/2017).
Lam mengatakan dia akan berdiskusi dengan orang-orang dari beragam sektor mengenai pembangunan Hong Kong, seperti menggunakan sumber daya baru dalam pendidikan, mengatasi masalah perumahan, dan memperkenalkan kebijakan finansial dan pajak baru.
Lam juga berjanji berupaya sepenuhnya mempertahankan "satu negara, dua sistem" dan menjaga nilai-nilai inti Hong Kong. "Saya yakin bahwa kita bisa mengesampingkan perbedaan dan mencapai solusi terbaik," katanya.
Lam terpilih sebagai pemimpin eksekutif selanjutnya oleh komisi pemilihan yang sebagian besar anggotanya pro-Cina dan secara luas dipandang sebagai calon favorit Beijing. Lam, yang akan menduduki jabatannya pada 1 Juli, memenangkan 777 suara, terpaut jauh dari pesaing terketatnya, mantan kepala keuangan John Tsang Chun-wah, yang hanya mengumpulkan 365 suara. Sementara, kandidat ketiga, pensiunan hakim Woo Kwok-hing, cuma mendapat 21 suara.
Di luar tempat pemungutan suara terjadi beberapa perkelahian antara pemrotes dan kontingen besar polisi, yang menggunakan barikade besi untuk menjauhkan demonstran dari lokasi. Para aktivis mencela campur tangan Beijing di tengah meluasnya laporan mengenai lobi ke pemilih untuk mendukung Lam, daripada Tsang, melantunkan "Saya ingin hak pilih universal" ketika hasilnya diumumkan.
"Kebohongan, pemaksaan, pemutihan," demikian tulisan dalam satu spanduk protes. Satu spanduk kuning besar menyerukan demokrasi sepenuhnya digantung dari puncak Lion Rock menghadap ke kota itu.
"Pemerintah pusat mengintervensi lagi dan lagi," kata Carmen Tong, mahasiswa 20 tahun. "Ini sangat tidak adil."
Banyak pihak, termasuk oposisi demokrat, khawatir Lam akan melanjutkan kebijakan ketat petahana pro-Beijing Leung Chun-ying, sosok kontroversial yang memerintahkan penembakan gas air mata ke arah demonstran pro-demokrasi tahun 2014 dan tidak terlihat membela otonomi Hong Kong atau nilai-nilai intinya.
Sejak Hong Kong kembali ke pangkuan Cina pada 1997, Beijing secara bertahap meningkatkan kontrolnya terhadap kota itu meski Cina menjanjikan kebebasan luas dan otonomi tidak diizinkan di Cina di bawah formula satu negara, dua sistem bersama dengan janji hak pilih universal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gregor Samsa
Editor: Dewi Ispurwanti
Tag Terkait:
Advertisement