Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPPU Soroti Ketimpangan Akses Telekomunikasi di Indonesia Timur

KPPU Soroti Ketimpangan Akses Telekomunikasi di Indonesia Timur Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
Warta Ekonomi, Makassar -

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf menyoroti ketimpangan akses teknologi informasi dan telekomunikasi di Indonesia timur. Hal tersebut disebabkan minimnya persaingan operator dalam membangun infrastruktur telekomunikasi di Indonesia timur. Operator atau perusahaan telekomunikasi kebanyakan hanya membangun infrastrukturnya di Pulau Jawa.

"Daerah di luar Jawa ini menjadi korban monopoli dari satu operator yang pesaingnya memang enggak ada. Ini coba diatasi pemerintah dengan mendorong aturan network sharing, tapi memang belum ada kejelasan sampai sekarang," kata Syarkawi dalam sebuah diskusi di Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Jalan Perintis Kemerdekaan, belum lama ini.

Syarkawi menjelaskan akses elekomunikasi berupa data internet di Indonesia timur sangat timpang jika dibandingkan di Jawa. Syarkawi yang merupakan putra daerah asal Sulsel mengaku sulit memperoleh akses jaringan 4G jika bepergian ke kabupaten/kota di Sulsel.

"Masih untung kalau dapat 3G, kebanyakan masih 2G (EDGE). Itu karena infrastruktur kita (di Indonesia Timur) buruk dan berpengaruh ke kualitas telekomunikasi data," sebutnya.

KPPU mengharapkan aturan network sharing dapat direalisasikan. Dengan begitu, Syarkawi mengimbuhkan akan muncul operator baru atau operator lainnya setidaknya bisa lebih bersaing di Indonesia timur. Regulasi itu sendiri termaktub dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 dan 53 Tahun 2000 tentang kewajiban network sharing atau pembangunan dan pengelolaan jaringan antar-operator telekomunikasi.

Permasalahan akses telekomunikasi di Indonesia timur memang cukup kompleks. Selain kualitas data internet yang belum memuaskan, tarif menelepon lintas operator juga terbilang mahal. Mahalnya tarif menelepon lintas operator itu sendiri diakuinya terjadi di seluruh Tanah Air. Dari pengamatannya, biaya menelepon antara operator terkesan disubsidi oleh biaya menelepon lintas operator.

"Kalau menelepon sesama operator hampir gratis, tapi kalau beda tarifnya sangat tinggi (mahal)," ucap Syarkawi.

Menurut Syarkawi, persoalan ada tidaknya praktik kartel dalam dunia telekomunikasi sangat bergantung pada regulasi. Makanya, KPPU mendorong adanya aturan yang benar-benar berkeadilan bagi para pelaku usaha yang muaranya untuk kepentingan umum.

"Kalau regulasi itu benar, ya 90 persen praktik kartel itu sudah tidak ada," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: