Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menyatakan dua operasi tangkap tangan KPK di Provinsi Jawa Timur terjadi karena kelemahan dalam pengawasan di daerah oleh KPK maupun penegak hukum lain.
"Peluang itu semakin dimanfaatkan untuk memenuhi hasrat anggota DPRD untuk memperkaya diri maupun kelompok masing-masing," kata Lucius dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (18/6/2017).
Ia mengatakan persekongkolan antara DPRD, pemerintah daerah, dan pengusaha dalam penyusunan maupun pengerjaan proyek di daerah membuat suap begitu mudah terjadi. "Suap kerap terjadi menjelang lebaran karena dianggap bisa memanfaatkan peluang silaturahmi yang menjadi sesuatu yang melekat dengan perayaan lebaran tersebut," katanya pula.
Karena itu, diharapkan agar penegak hukum tak bisa mendeteksi praktik suap karena dilakukan bersamaan dengan kebiasaan umum membagi-bagikan amal di bulan suci. Lebih lanjut Lucius mengatakan, dua operasi tangkap tangan oleh KPK itu terjadi dengan modus yang hampir sama membuktikan bahwa korupsi itu sudah membudaya dalam lingkup birokrat dan parlemen kita.
"Di sana ada juga kelompok pengusaha 'kotor' yang menambah cengkeraman suap dan korupsi terpelihara dengan sistemik di seluruh lapisan birokrasi kita," kata dia lagi.
Menurut Lucius, pemberantasan korupsi yang terus gencar dilakukan KPK juga tak memberikan efek jera bagi politisi dan pejabat, karena seolah-olah ada relasi yang dipelihara melalui budaya suap yang terus berulang.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi suap terkait pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan oleh DPRD Provinsi Jatim terhadap pelaksanaan perda dan penggunaan anggaran di Provinsi Jatim tahun 2017. (ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement