Direktorat Jenderal Pajak,Kementerian Keuangan akan menggencarkan tindakan penyanderaan (gijzeling) bagi para penunggak pajak yang menolak melunasi utang pajaknya dan mengabaikan upaya persuasif petugas pajak.
"Setelah amnesti pajak kami lakukan 'law enforcement' dengan sungguh-sungguh. Hampir tiap hari kami lakukan pemeriksaan dan penyanderaan, tapi kami tidak lakukan ekspose, kecuali yang gijzeling," kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (14/7/2017).
Ken memerintahkan 341 kantor pelayanan pajak di seluruh Indonesia untuk setidaknya melakukan satu kali tindakan penyanderaan setiap harinya.
"Dalam rangka memenuhi target penerimaan yang ditambah Rp20 triliun untuk 'extra effort', saya perintahkan 341 KPP setiap hari harus ada satu yang disandera," kata Ken.
Penanggung pajak yang disandera dapat dilepaskan apabila utang pajak dan biaya penagihan telah dibayar lunas, atau jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perintah penyanderaan telah terpenuhi berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Sebelumnya, Kantor Wilayah DJP Kalimantan Timur dan Utara bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM pada Rabu (12/7) telah menyandera seorang penanggung pajak dengan inisial EB (53) di Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Jakarta.
EB adalah pemegang saham perusahaan pertambangan PT MMKU yang memiliki utang pajak sebesar Rp2,37 miliar yang berasal dari tagihan pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, serta pajak penghasilan orang lain yang tidak dipungut untuk tahun pajak 2013, 2015, dan 2016.
Penyanderaan terhadap EB dilakukan setelah berbagai upaya penagihan yang dilakukan Ditjen Pajak, termasuk penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan tidak membuahkan hasil.
Kepala Lapas Klas II A Salemba, Dadi Mulyadi, mengatakan pihaknya menerima EB pada Rabu (12/7) pukul 21.30 WIB.
Ia mengatakan 16 jam kemudian EB dikeluarkan dari lapas karena telah memenuhi pembayaran pajak Rp2,3 miliar dan biaya sandera.
"Dalam dua tahun terakhir terdapat 11 sandera pajak, delapan orang bayar semua antara satu hingga tiga minggu setelah di lapas," ucap Dadi.
Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), jangka waktu penyanderaan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk paling lama enam bulan.
DJP tidak mengharapkan penyelesaian utang pajak dilakukan melalui penyanderaan, sehingga imbauan terus disampaikan kepada wajib pajak yang memiliki utang pajak untuk melakukan komunikasi dan bersikap kooperatif dengan kantor pajak. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement