Sarjana muda di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh didorong agar menggemari sektor pertanian tanaman padi untuk menjadi salah satu usaha industri karena sangat menjanjikan hasilnya bagi peningkatan taraf perekonomian.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Aceh Barat, Ir Safrizal, di Meulaboh, Rabu (19/7/2017), mengatakan, tanaman padi adalah jenis tanaman sederhana yang tidak membutuhkan modal besar, akan tetapi keuntungannya bisa berlipat ganda.
"Tidak ada satu perusahaanpun yang menyamai perusahaan pertanian, artinya ketika kita tanam padi satu butir, bisa menghasilkan ratusan butir, otomatis itu juga memberikan keuntungan besar," ujarnya.
Safrizal menjelaskan, dirinya telah mencoba melakukan satu kali musim tanam dengan menyewa sawah masyarakat petani untuk membuktikan seberapa besar keuntungan didapatkan seorang masyarakat bila bergelut di sektor pertanian tanaman padi.
Hanya bermodal sekitar Rp9.000.000 untuk satu kali musim tanam, sudah termasuk biaya garap sawah, pemupukan hingga proses panen dan dipasarkan, dirinya bisa mendapatkan keuntungan mencapai Rp20.000.000/musim panen.
Sebab kata dia, nilai jual gabah petani di Aceh ditampung dengan harga tinggi oleh agen pengumpul (non pemerintah), rata-rata gabah petani dibeli seharga Rp4.500/kg hingga Rp5.000/kg, harga tersebut di atas harga tampung Perum Bulog yakni Rp3.700/kg.
"Sawah saya gunakan berproduksi 6 ton/hektare, itu produktivitas terendah sawah di Aceh Barat, namun ketika kita kalikan dengan nilai jual Rp4.000/kg saja, ada keuntungan bersih Rp13 juta, kalau saya pernah dapat Rp34 juta untuk satu hektare,"sebutnya.
Lebih lanjut dikatakan, seorang sarjana tidak mesti memegang cangkul menggarap sawah, cukup mengatur managemen keuangan atau modal dan memiliki area sawah yang ideal untuk skala ekonomi pertanian tanaman padi.
Sebab kata Safrizal, kecenderungan pemuda Aceh masih kaku dengan pribahasa lama, menjadi petani adalah pemegang cangkul, padahal seorang sarjana muda bisa menjadi contoh kepada petani tradisional yang kian hari semakin lesu menggarap sawah.
Memang dirinya tidak menampik, bahwa jauh sebelum era saat ini tingkat kesenjangan hidup petani tanaman padi sangat terlihat, sebab bertani hanya untuk kebutuhan hari-hari dan dilakukan tanam satu kali dalam setahun, kalaupun dijual harganya sangat murah.
"Sementara saat ini sudah berubah, petani sudah dua kali tanam dalam setahun, harga tampung dari swastapun tinggi. Apalagi pemerintah banyak membantu dengan bibit maupun pupuk subsidi untuk menggairahkan petani," ujarnya menambahkan.
Menurut Safrizal, menggairahkan usaha pertanian tanaman padi bukan hanya memenuhi target swasembada pangan nasional, namun lebih dari itu masyarakat bisa lebih sejahtera dengan dukungan pemerintah saat ini yang cukup peduli pada sektor pertanian.
Tantangan pasti ada, seperti di wilayah Aceh Barat sering dilanda banjir ketika musim penghujan, kemudian sawah kekeringan di musim kemarau, namun semua itu bisa diatasi dengan upaya-upaya teknologi dan pembangunan infrastruktur yang baik. (HYS/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Advertisement