Bank Indonesia (BI) menilai ada dua kelompok yang mengalami penurunan daya beli atau konsumsi. Hal ini yang menyebabkan lesunya daya beli masyarakat belakangan ini. Kelompok yang dimaksud ialah kelompok menengah atas dan kelompok menengah bawah.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Dody Budi Waluyo mengatakan bahwa penyebab turunnya daya beli kelompok menengah bawah disebabkan karena adanya penurunan pendapatan. Selain itu, mereka juga terdampak kebijakan penyesuaian subsidi listrik, sehingga mempengaruhi daya beli.
"Kedua, melambatnya kegiatan di sektor korporasi kemudian pengaruh ke lapangan kerja formal dan pengaruh juga ke pendapatan. Coba lihat statistik upah buruh dan NTP menurun. Kelompok menengah bawah terjadi consumption cuting, jadi dari sisi kemampuan untuk spending berkurang," ujar Dody di Jakarta, Kamis (3/8/2017).
Sementara kelompok menengah atas, terutama yang eksportir terpengaruh oleh harga komoditas yang naik, ekspor naik, dan adanya devisa ekspor. "Maka yang terjadi adalah mereka tunda konsumsi, mereka alihkan konsumsi di kegiatan yang sifatnya simpanan. Data Dana Pihak Ketiga (DPK) itu naik terutama kelompok di atas Rp1-2 miliar naik semua. Ada yang namanya consumption smoothing mereka alihkan sementara waktu konsumsi," jelas Dody.
Dia menjelaskan bahwa alasan kelompok ini mengalihkan waktu konsumsinya karena terdapat banyak hal yang belum pasti, misalnya harga komoditas apakah akan naik terus atau tidak, sebelum mereka naikan capex (belanja modal).
"Tapi initial survei kami ada perusahaan besar terutama terkait SDA sudah mulai impor alat berat, impor untuk kegiatan investasi. Jadi capex sudah mulai dialokasikan di Semester II. Kami harap konsolidasi ini, semoga ditangkap untuk kemudian berkurang," tandasnya.
Indikator pelemahan daya beli masyarakat bisa dilihat dari beberapa segmen. Berdasarkan data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas hingga Juni 2017, penjualan sepeda motor tumbuh minus 26,9 persen secara year on year. Rendahnya permintaan juga tercermin dari pertumbuhan penjualan mobil yang tercatat minus 27,5 persen secara year on year.
Bahkan, data Bappenas menunjukan bahwa volume penjualan semen mengalami kontraksi, karena mencatatkan pertumbuhan minus 26,8 persen secara year on year. Impor bahan baku modal dan penolong, pun masing-masing tumbuh minus 27,3 persen dan 17,1 persen secara year on year.
Indikator yang membuktikan masih banyaknya kelompok menengah atas menahan konsumsinya terlihat dari DPK/simpanan perbankan yang semakin gemuk. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Perbankan Indonesia mencatat total DPK perbankan Indonesia per Mei 2017 tembus Rp5.012 triliun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi
Tag Terkait:
Advertisement