Pemerintah Indonesia tengah memikirkan cara bagaimana memanfaatkan potensi perekonomian berbasis syariah bagi upaya mengurangi kemiskinan dan ketimpangan yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Atas keinginan tersebut, Kementerian Keuangan menyelenggarakan Seminar Internasional Keuangan Syariah ke-2 (2nd Annual Islamic Finance Conference/AIFC) pada 23-24 Agustus 2017 untuk merumuskan pemecahan masalah sosial dan ekonomi melalui perekonomian syariah.
"Adalah tugas kita untuk meningkatkan kesadaran dan menerapkan instrumen keuangan syariah dalam upaya memerangi kemiskinan dan ketimpangan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani ketika membuka AIFC di Yogyakarta, Rabu (23/8).
Kepada pemangku kepentingan dan ilmuwan keuangan syariah yang menghadiri seminar tersebut, Sri Mulyani memaparkan mengenai besarnya potensi ekonomi syariah di Indonesia, yang sejatinya belum dimanfaatkan secara optimal.
Perkembangan terbaru keuangan syariah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan industri perbankan syariah yang luar biasa. Pada Mei 2017, industri perbankan syariah di Indonesia terdiri dari 13 bank syariah, 21 unit usaha syariah, dan 167 bank perkreditan syariah dengan total aset lebih dari Rp375 triliun.
Aset tersebut menyumbang 5,34 persen dari total aset perbankan, yang masih tergolong kecil, mengingat Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.
Sementara di industri nonperbankan, sampai dengan 2017 total aset pembiayaan syariah tumbuh 34 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sementara premi asuransi syariah tumbuh 3,68 persen pada Juni 2017 dibandingkan dengan periode tertentu tahun lalu.
Di pasar modal, pangsa pasar sukuk adalah 21,16 persen (62,13 miliar dolar AS) dari total obligasi pemerintah. Selain itu, total penerbitan sukuk perusahaan adalah Rp3,17 triliun yang setara dengan 7,9 persen dari total pasar obligasi korporasi di indonesia.
"Dari statistik di atas, saya percaya bahwa keuangan syariah akan memainkan peran yang lebih signifikan dalam mencapai agenda SDGs, baik dengan berpartisipasi aktif dalam pembiayaan infrastruktur atau strategi penyertaan keuangan," ucap Sri Mulyani.
Sampai Maret 2017, masih ada sekitar 27,8 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional. Selain itu, rasio gini pada semester I-2017 adalah 0,393, sedikit menurun dibanding semester II-2016.
"Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kita belum inklusif dan mungkin tidak berkelanjutan karena banyak masyarakat yang belum menikmati hasil pembangunan," ucap Sri Mulyani.
Sebagaimana diketahui, Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan Agenda 2030 yang bertujuan mengakhiri kemiskinan ekstrem, mengatasi ketidaksetaraan pendapatan, mempromosikan hak asasi manusia dan melindungi lingkungan.
lingkungan. (Bersambung...
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement