Indonesia telah menyelaraskan prioritas pembangunan nasional dengan agenda SDGs dan mengintegrasikannya lebih jauh ke dalam rencana pembangunan nasional dan sub-nasional, mengalokasikan anggaran secara konsisten, serta menyesuaikannya dengan konteks lokal.
Diperkirakan bahwa secara global, dibutuhkan sekitar 3-4,5 triliun dolar AS untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Penemuan solusi inovatif untuk membiayai program pembangunan inklusif dan berkelanjutan merupakan suatu keharusan.
Untuk membiayai proyek infrastruktur target jangka menengahnya saja, misalnya, Indonesia membutuhkan sekitar 37 miliar dolar AS. Lebih dari 40 persen kebutuhan pembiayaan ini diperkirakan akan tercakup dalam anggaran pemerintah, namun sisanya akan dibiayai oleh badan usaha milik negara dan sektor swasta.
"Dana pemerintah dan sektor swasta, saya yakin, tidak akan cukup memenuhi semua kebutuhan pembiayaan yang dibutuhkan untuk pembangunan sosial dan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, kontribusi pemangku kepentingan pembangunan lainnya seperti lembaga filantropi dan sektor sosial dianggap perlu," ucap Sri Mulyani.
Sementara itu, Deputi Direktur Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) Indonesia, Francine Pickup, menyatakan bahwa dalam memenuhi target SDGs, Indonesia dihadapkan pada tantangan berupa penerimaan pemerintah yang rendah, penurunan bantuan pembangunan, dan kurangnya pembiayaan swasta internasional.
Oleh karena itu, keuangan syariah bisa menjadi sumber pembiayaan karena aset keuangan Islam diperkirakan lebih dari 3 triliun dolar AS pada 2020.
Pickup mengatakan salah satu sumber yang sangat potensial untuk memenuhi target SDGs, terutama untuk pembangunan kemanusiaan, adalah zakat karena zakat merupakan solusi yang berkesinambungan bagi pembangunan sesuai dengan karakternya.
"Zakat sangat sejalan dengan SDGs, khususnya terkait dengan inklusi pembangunan, yakni mengatasi kemiskinan dan kesenjangan," ucap dia.
Zakat dan Wakaf Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar dunia memiliki potensi tersembunyi dana sosial keagamaan, termasuk zakat dan wakaf. Jika dikelola dengan baik, dana tersebut dapat berkontribusi signifikan pada berbagai upaya pemerintah mengentaskan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan pendapatan.
Sejumlah pemerintah daerah, seperti Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bantaeng, dan Kabupaten Sragen sudah menjadikan zakat dan wakaf sebagai penyokong utama program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK).
Data terakhir menunjukkan bahwa pengumpulan zakat pada 2016 mencapai Rp2,3 triliun. Angka tersebut diprediksi hanya sebesar tiga persen dari potensi seharusnya. (Bersambung...
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Advertisement