Myanmar Gunakan Kekuatan Diplomasi Guna Hindari Kecaman PBB
Myanmar mengatakan pada hari Rabu (7/9/2017) bahwa pihaknya sedang melakukan negosiasi dengan China dan Rusia untuk memastikan bahwa mereka memblokir setiap kecaman dari U.N. Security Council atau Dewan Keamanan PBB atas kekerasan yang telah memaksa eksodus hampir 150.000 Muslim Rohingya ke Bangladesh dalam kurun waktu kurang dari dua minggu.
Suu Kyi mendapat tekanan dari negara-negara dengan populasi Muslim, termasuk di Indonesia, di mana ribuan orang yang dipimpin oleh kelompok-kelompok Islam berkumpul di Jakarta pada hari Rabu untuk menuntut agar hubungan diplomatik dengan Myanmar yang mayoritas beragama Buddha dipotong.
Dalam sebuah surat yang notabene langka kepada Dewan Keamanan PBB, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres menyatakan keprihatinannya atas kekerasan tersebut yang dapat memicu terjadinya "malapetaka kemanusiaan".
Dirinya memperingatkan pada hari Selasa bahwa ada risiko pembersihan etnis di Myanmar yang dapat mengganggu kestabilan kawasan ini.
Penasihat Keamanan Nasional Myanmar Thaung Tun mengatakan bahwa Myanmar mengandalkan China dan Rusia, keduanya anggota tetap Dewan Keamanan, untuk memblokir resolusi PBB mengenai krisis tersebut.
"Kami sedang bernegosiasi dengan beberapa negara sahabat agar tidak membawanya ke Dewan Keamanan," katanya dalam sebuah konferensi pers.
"China adalah teman kita dan kita memiliki hubungan persahabatan yang sama dengan Rusia, jadi tidak mungkin masalah itu berlanjut," tambahnya.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan bahwa dirinya percaya Dewan Keamanan beranggota 15 orang tersebut telah mengirim sebuah sinyal, dengan bertemu di balik pintu tertutup dari ekspos dari awak media mengenai masalah ini seminggu yang lalu, bahwa mereka ingin melihat situasi di Myanmar agar menjadi tenang.
"Kami meminta upaya pengekangan," ungkapnya kepada wartawan pada hari Selasa.
"Dewan Keamanan untuk saat ini melakukan apa yang bisa dilakukan," ujarnya, sebagaimana dikutip dari Reuters, Kamis (7/9/2017).
Departemen Luar Negeri AS mengatakan Washington saat ini "sangat prihatin dengan laporan kekerasan yang signifikan dan dampaknya terhadap populasi sipil, termasuk komunitas Rohingya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait:
Advertisement