Anggota DPR RI Komisi VII, Kurtubi menyatakan, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) adalah solusi dalam mengatasi defisit listrik di Indonesia saat ini.
"Bung Karno sejak tahun 1950-an sudah mencita-citakan Indonesia punya PLTN, namun hingga hari ini belum terwujud, antara lain karena penolakan sebagian orang dan LSM yang menakut nakuti, seolah-olah kalau kita membangun PLTN pasti akan meledak seperti PLTN Chernobyl di Ukraina di tahun 1980-an," kata Kurtubi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Padahal teknologi dan pengamanan PLTN terus berkembang. Saat ini negara penghasil migas seperti UAE, misalnya sudah punya satu unit PLTN dan sedang dibangun dua unit lagi menyusul Saudi Arabia, Bangladesh dan lain -lain, dan di seluruh dunia saat ini, tercatat sekitar 60 PLTN sedang dibangun, katanya.
"Listrik dari PLTN bersih tidak menghasilkan debu, CO2, NOx dan merkuri, sehingga kita tidak boleh terus-terusan takut dengan teknologi. Kita mestinya bisa memanfaatkan karunia tuhan yang memberikan kecerdasan otak bagi manusia yang terus-menerus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti PLTN," ungkapnya.
Insya Allah, menurut dia manfaat PLTN jauh lebih besar dari mudharatnya dalam mempercepat kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Ia menambahkan, Indonesia dengan penduduk 250 juta, saat ini hanya punya total pembangkit listrik sekitar 65.000 MW. Sementara China dengan jumlah penduk lima kali jumlah penduduk Indonesia, punya pembangkit listrik 1.600.000 MW atau sekitar 28 kali total pembangkit di Indonesia.
"Sehingga sekitar 15 persen penduduk Indonesia belum tersambung listrik, malah kemampuan distribusi listrik per kapita rendah hanya seperlimanya Malaysia, dan hanya setengahnya Vietnam," katanya.
Menurut dia, rendahnya investasi karena listrik kurang, dampaknya banyak pemuda pemudi Indonesia terpaksa mencari nafkah ke Malaysia dan negara lainnya.
"Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak kemerdekaan tidak pernah tumbuh tinggi, yakni hanya sekitar 5 persen. Untuk mengejar ketertinggalan kita dan agar bisa menjadi negara maju ekonomi harus tumbuh tinggi di atas 8 persen," katanya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement