Perempuan Saudi Akhirnya Dapat Izin Mengemudi, Ini Syaratnya...
Wanita Saudi akan diijinkan mengemudi dari usia 18 tahun, seorang juru bicara pemerintah Saudi mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (28/9/2017), yang sebagian meredakan spekulasi bahwa pemerintah masih dapat memberikan kontrol yang lebih ketat di samping pria yang akhirnya perempuan diizinkan di belakang kemudi.
Dalam sebuah dekrit kerajaan yang dikeluarkan pada hari Selasa, Raja Salman memerintahkan diakhirinya pada tahun depan terkait dengan larangan wanita untuk mengemudi, sebuah tradisi konservatif yang membatasi mobilitas perempuan dan dilihat oleh aktivis hak asasi sebagai lambang penindasan mereka.
Arab Saudi adalah satu-satunya negara di dunia yang melarang perempuan untuk mengemudi.
Keputusan tersebut menetapkan bahwa tindakan tersebut harus "menerapkan dan mematuhi standar syariah yang diperlukan", mengacu pada hukum Islam, namun tidak menjelaskan secara terperinci, yang memicu spekulasi bahwa pembatasan tersebut mungkin mencakup usia minimum atau ada sebuah pembatasan berapa jam dalam sehari perempuan dapat mengemudi.
Raja memerintahkan sebuah komite menteri untuk melaporkan dalam 30 hari mengenai bagaimana menerapkan kebijakan baru tersebut pada tanggal 24 Juni 2018.
Ketika ditanya di TV al-Arabiya tentang usia minimum wanita Saudi, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Mansour al-Turki mengatakan "Delapan belas tahun adalah usia di mana seseorang dapat memperoleh SIM dan mengemudikan mobil di kerajaan Arab Saudi," ujarnya.
Pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa Bangsa memuji penghapusan larangan tersebut dan menyebutkan jika upaya tersebut sebagai langkah besar menuju otonomi dan kemerdekaan perempuan, namun pihaknya juga mendesak kerajaan tersebut untuk berbuat lebih banyak kebijakan untuk menjamin kesetaraan gender.
"Kami sekarang mendorong pemerintah untuk mencabut semua undang-undang diskriminatif yang tersisa," dua ahli yang melapor kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama, sebagaimana dikutip dari CNBC, Jumat (29/9/2017).
"Jika kebijakan ini serius dalam rangka mendorong pentingnya hak perempuan untuk reformasi ekonomi, menangani penghalang yang tersisa terhadap hak asasi manusia perempuan harus menjadi langkah berikutnya dalam reformasi ambisiusnya," pungkas penyidik PBB mengenai kemiskinan ekstrim Philip Alston dan Kamala Chandrakirana yang merupakan ketua kelompok kerja PBB tentang diskriminasi terhadap perempuan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Advertisement