Memasuki paruh kedua tahun ini perang kenaikan harga rokok di industri tembakau Indonesia mulai mereda seiring dengan keluarnya produk baru dengan harga yang bersaing. Empat pemain besar di industri ini yang gencar mengeluarkan produk baru sejak pertengahan 2015 hingga 2016 perlahan menahan harga karena kenaikannya sudah terlalu tinggi.
Menurut Analis Bahana Sekuritas Michael Setjoadi, ada sejumlah hal yang menguntungkan industri tembakau pada tahun depan yang juga masih disertai beberapa risiko yang patut dicermati.?
Dalam Reancana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2018, terlihat rencana kenaikan cukai tidak akan setinggi tahun ini. Bila pada tahun ini rata-rata kenaikan cukai rokok sekitar 10 persen hingga 11 persen maka pada tahun depan kenaikan cukai bakal berada pada kisaran 7 persen hingga 9 persen.?
"Dalam 5 tahun terakhir, rata-rata kenaikan cukai rokok lebih tinggi dari kenaikan inflasi bila tahun depan kenaikan cukairokok tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya, akan memberi dampak positif bagi industri rokok," ungkapnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (16/10/2017). Namun disisi lain, tambah Michael, pemerintah semakin ketat mengatur iklan rokok yang bisa tayang di televisi ataupun di tempat umum, ditambah lagi larangan merokok di tempat umum semakin digencarkan.?
Sekuritas milik negara ini memperkirakan volume penjualan rokok tahun depan masih akan mengalami kontraksisekitar 1-1,5 persen dibandingkan penjualan tahun ini yang diperkirakan turun sebesar 1,5 persen. Volume produksi rokok diperkirakan akan mencapai 318,8 miliar batang pada tahun depan, naik dibandingkan perkiraan volume produksi tahun sekitar 315,6 miliar batang.
Dari empat pemain besar di industri tembakau Indonesia, Bahana merekomendasikan beli untuk saham PT Gudang Garam. Hal ini karena pada tahun depan diperkirakan daya beli masyarakat akan kembali pulih, khususnya masyarakat menengah ke bawah yang pada umumnya adalah target pasar perusahaan yang berkode saham GGRM ini.
Salah satu hal yang menolong pulihnya daya beli masyarakat adalah perhelatan pilkada dan juga kampanye pemilihan presiden yang diperkirakan akan dimulai pada paruh kedua tahun depan. Pilkada diperkirakan akan meningkatkan konsumsi untuk wilayah di luar kota.
Lebih rendahnya kenaikan cukai rokok pada tahun depan akan lebih menguntungkan bagi Gudang Garam sehingga laba bersih diperkirakan akan naik sebesar 6 persen menjadi Rp7,25 triliun dari perkiraan laba bersih sepanjang 2017 sekitar Rp6,85 triliun. Bahana juga memperkirakan GGRM akan diperdagangkan sebesar 17,6 x PE pada 2018 dibandingkan dengan kompetitornya Sampoerna yang diperkirakan akan diperdagangkan sebesar 34,9 x PE pada tahun depan. Target harga GGRM oleh Bahana sebesar Rp79.000 per lembar.
Sementara itu, PT HM Sampoerna masih akan meluncurkan beragam produk baru dengan target pasar yang berbeda. Saat ini keberadaan produk A Mild menyasar pasar premium, produk U Mild untuk masyarakat menengah, sedangkan Magnum Mild yang baru saja diperkenalkan ke pasar untuk menyasar masyarakat menengah ke bawah.
Perusahaan berkode saham HMSP ini cukup efisien karena satu mesin produksi dapat digunakan untuk memproduksi beragam produk karena kemasan rokok yang sama untuk semua produk. Berbeda dengan Gudang Garam yang memiliki satu mesin untuk setiap produknya.
Anak usaha Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) ini memperkirakan laba bersih HMSP hanya naik sekitar 1 persen menjadi Rp12,87 triliun pada 2018 dari laba bersih tahun ini yang diperkirakan mencapai Rp12,76 triliun. Bahana merekomendasikan beli dengan target harga Rp4.200 per lembar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait:
Advertisement