Jumlah angkutan berbasis aplikasi atau?taksi online?dipastikan mendapat pembatasan setelah revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek diberlakukan pada 1 November mendatang.
Itu dikatakan Kepala Dinas Perhubungan Kalimantan Timur Salman Lumoindong saat sosialisasi permenhub tersebut di Balikpapan, Sabtu (21/10/2017).
"Baru satu penyedia jasa dari satu aplikasi yang mengajukan izin beroperasi sebagai angkutan umum beraplikasi dan kami hanya memproses yang telah berbadan hukum sesuai kuota. Balikpapan ini kuotanya 150 unit taksi daring, maka itu harus ditaati. Silakan Gojek, Grab, Uber mengaturnya tapi jangan diambil semua. Sisakan kuota untuk penyedia transportasi dari koperasi angkutan," katanya.
Salman membenarkan, dalam sebulan ini kisruh antara angkutan konvensional dengan transportasi online di Kalimantan Timur terus terjadi?termasuk saling balas aksi demonstrasi serta adanya kericuhan antarsopir yang dampaknya hingga dirasakan pengendara ojek online di kota Balikpapan.
"Pemprov Kaltim sampai melayangkan surat ke Kementerian Komunikasi dan Informatika agar aplikasi transportasi online ditutup, tapi sayang itu tidak bisa dilakukan karena permasalahan transportasi masuk ke ranah Kemenhub dan Kemenkominfo baru bisa menutup aplikasi jika ada konten pornografi dan terorisme," sebutnya.
Sementara Asosiasi Driver Online atau ADO Kaltim menolak beberapa poin atas revisi Permenhub, di antaranya balik nama STNK dan BPKB menjadi di bawah perusahaan dan pemasangan empat stiker di mobil. Ketua ADO Kaltim Albert Pagaruli beralasan kendaraan yang mereka jadikan taksi merupakan mobil pribadi dan harus mendapat perlakukan berbeda dari angkutan umum atau konvensional.
"Kendaraan kami kan sebagai angkutan sewa khusus, jadi harus dibedakan perlakuannya. Kami juga keberatan untuk mengubah Surat Izin Mengemudi dari SIM A menjadi SIM A Umum karena biayanya sangat mahal dan kami minta pihak kepolisian bisa memberikan kesempatan untuk mengurus SIM secara kolektif," ucapnya.
Tidak hanya itu, pemasangan empat stiker di mobil juga mereka tolak. "Stiker yang dipasang cukup dua saja yakni di kaca depan dan belakang mobil dan tentu harus ada jaminan keamanan saat kami bekerja. Termasuk uji KIR," ungkap Albert yang juga menginginkan driver taksi daring diberi masa transisi untuk beralih dari perorangan menjadi bentuk badan usaha seperti koperasi atau perseroan terbatas.
"Kami juga meminta tarif minimal sebesar Rp20 ribu. Kalau taksi argometer kan minimal Rp25 ribu. Kami dari ADO juga minta dilibatkan dalam setiap sosialisasi regulasi baru," pungkas Albert.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Aliev
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement