Melambatnya daya beli masyarakat yang terjadi belakangan ini "memukul" banyak peritel yang bergerak di segmen bisnis fashion. Besarnya belanja pemerintah yang dialokasikan ke sektor produktif dituding menjadi biang keladi tertatihnya gerak sektor ritel.
Chief Executive Officer (CEO) PT Mega Perintis FX Afat Adinata N mengatakan peritel yang banyak mengalami tekanan merupakan peritel yang memiliki konsep department store. Hal itu dikarenakan mulai berubahnya gaya hidup masyarakat untuk berbelanja ke toko yang berkonsep specialty atau stand alone shop.
"Ditambah, jika diperhatikan department store yang tutup adalah department store yang menyasar segmen premium. Sementara masyarakat segmen middle up banyak menahan diri untuk mengeluarkan belanjanya," katanya kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Rabu (14/11/2017).
Lebih lanjut dirinya mengatakan sektor middle justru yang terlihat stabil dalam mengeluarkan dana "belanjanya". Oleh karena itu, gerai ritel miliknya, Manzone masih sanggup membukukan pertumbuhan penjualan secara double digit.
Selama ini, diakui Afat, Manzone memang bergerak dengan menyasar segmen middle sebagai target pasarnya. Dengan harga di bawah Rp400 ribu, Manzone justru mampu membuktikan bahwa daya beli masyarakat tidak semuanya terganggu.
"Untuk yang middle low bahkan tekanannya lebih berat lagi. Karena mereka sudah tidak dapat spending lagi. Jadi, segmen middle up lah yang menahan diri belanja dan membiarkan uangnya tetap di bank," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gito Adiputro Wiratno
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait:
Advertisement