Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Upaya Pertamina Agar Gas Subsidi Tepat Sasaran

Upaya Pertamina Agar Gas Subsidi Tepat Sasaran Seorang warga membawa tabung gas elpiji 3 kilogram menggunakan sepeda di salah satu kawasan, di Medan, Sumatera Utara, Rabu (4/10). Pada tahun 2018, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengalihkan subsidi gas elpiji 3 kilogram, dan subsidi tersebut nantinya hanya akan diberikan bagi pemegang kartu keluarga sejahtera (KKS) yang diharapkan penyalurannya lebih tepat sasaran. | Kredit Foto: Antara/Irsan Mulyadi
Warta Ekonomi, Pontianak -

Berbagai upaya PT Pertamina (Persero) terus dilakukan dalam memenuhi kebutuhan gas tiga kilogram atau gas subsidi di Provinsi Kalimantan Barat, agar tepat sasaran dan stoknya tidak cepat habis. Dengan luas wilayah Kalbar yang sangat luas, yakni terdiri dari 14 kabupaten/kota, tentunya berbagai tantangan dan halangan yang selalu dihadapi oleh Pertamina dalam distribusi gas melon tersebut.

Mulai dari isu pengurangan stok gas subsidi hingga gas tersebut langka, sehingga membuat masyarakat panik, dan berdampak pada masyarakat membeli gas tersebut dalam jumlah banyak. Akibatnya, berdampak menjadi gas tiga kilogram tersebut menjadi cepat habis, stok berkurang, sehingga masyarakat yang benar-benar membutuhkannya sulit mendapatkannya.

Marketing Branch Manager Pertamina Kalbarteng Teuku Johan Mifta dalam beberapa kali kesempatan telah membantah isu bahwa akan ada penarikan atau pengurangan kuota gas tabung kilogram atau gas subsisi di wilayah Kalbar dan Kalteng itu tidak benar adanya. Masyarakat diminta tidak mudah percaya dengan gosip atau isu pengurangan kuota gas subsidi tersebut. Karena, Pertamina memang tidak melakukan pengurangan kuota gas subsidi itu.

"Tidak ada penarikan atau pun pengurangan gas subsidi tersebut. Kami memang sudah mendistribusikan gas subsidi sesuai dengan kuota yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga masyarakat tidak perlu panik dan membeli gas dalam jumlah banyak," ungkapnya.

Johan berharap, jangan sampai memberikan informasi yang tidak benar kepada masyarakat, karena tidak ada penarikan maupun pengurangan dalam hal distribusi gas subsidi kepada masyarakat. Apalagi, dari data yang ada juga sudah jelas bahwa jumlah gas subsidi yang didistribusikan sudah sesuai dengan kuota yang ditetapkan pemerintah, katanya.

Masyarakat diminta membeli gas subsidi itu pada pangkalan-pangkalan resmi dan SPBU yang ada, sehingga dapat mengurangi pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dengan membeli di pangkalan atau di SPBU kemudian menjualnya kembali dengan harga yang lebih mahal.

Selain harga jual gas itu sesuai dengan HET (harga eceran tertinggi), juga bertujuan tidak "menyuburkan" toko-toko yang ikut menjual gas subsidi tersebut.

"Praktik selama ini, yakni banyak para pengecer gas tidak resmi memborong gas subsidi tersebut, sehingga tampak atau seolah-olah gas subsidi tersebut menjadi kosong atau kurang," katanya.

Padahal, menurut Johan, pihaknya selalu mendistribusikan gas subsidi tersebut sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan. Selain itu, masyarakat yang tergolong mampu atau tidak berhak membeli gas subsidi, tidak perlu khawatir, karena pihak Pertamina selalu menyiapkan gas non subsidi, mulai dari tabung 5,5 kilogram hingga 12 kilogram.

Berdasarkan data Pertamina, kebutuhan normal gas tabung kilogram di Kalbar per hari sekitar 100 ribu tabung, kemudian kebutuhan normal Bright Gas 5,5 kilogram atau sebanyak 700 tabung per hari, untuk gas 12 kilogram sebanyak 1.400 tabung per hari.

Disparitas Harga

Wali Kota Pontianak, Sutarmidji, meminta pemerintah agar mengurangi disparitas atau perbedaan harga antara gas subsidi dan non subsidi agar tidak terjadi penyimpangan. Jika harga antara gas subsidi dan non subsidi tidak terlalu jauh, maka masalah seperti tidak tepat sasaran atau lainnya tidak akan terjadi.

Selain itu, pemberian sanksi kepada pelaku usaha di Pontianak tidak perlu dilakukan, karena hanya akan berdampak lain. Sebaiknya lebih ditingkatkan lagi kampanye atau imbauan agar gas subsidi digunakan oleh masyarakat yang berhak.

Sutarmidji mencontohkan, seperti permasalahan BBM solar yang sempat ribut tetapi ketika harganya hampir sama atau tidak ada disparitas solar subsidi dan tidak subsidi sehingga antrean untuk membeli solar juga tidak ada lagi.

Penanganan masalah gas, harusnya seperti dalam mengatasi masalah BBM solar tersebut. Hal yang sama juga disampaikan oleh, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Kalbar, Hendra Salam menilai perbedaan harga gas subsidi yang jauh lebih murah dibandingkan dengan nonsubsidi mendorong pihak tidak bertanggung jawab menyalahgunakannya. Penyalahgunaanlah yang mengakibatkan penyaluran gas tabung tiga kilogram menjadi tidak tepat sasaran.

"Dengan tidak tepat sasaran, di beberapa waktu belakangan ini terkesan ada kelangkaan. Padahal dari distribusi Pertamina atau stok yang ada masih stabil," ujarnya.

Selain dimanfaatkan oleh orang yang menjual kembali dengan harga lebih tinggi, saat ini masih banyak warga yang mampu namun menggunakan gas subsidi tersebut.

Belum Tepat Sasaran

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menyatakan, gas bersubsidi atau gas tabung tiga kilogram masih banyak digunakan oleh yang tidak berhak atau tidak tepat sasaran. Akibatnya beban subsidi untuk gas tiga kilogram itu akan menggerus keuangan negara.

Pemerintah pusat dan daerah harus maksimal mengupayakan agar penggunaan gas tiga kilogram lebih tepat sasaran. Cara yang bisa dilakukan setidaknya mewajibkan kepada Pertamina dan agen-agen gas atau elpiji, mulai sekarang hanya boleh menjual gas bersubsidi khusus kepada masyarakat yang memiliki surat keterangan tidak mampu saja.

Jika saja hal tersebut bisa diwujudkan maka setidaknya akan bisa menekan besaran subsidi akibat tidak tepat sasaran itu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: